Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menjadi salah satu organisasi yang diundang untuk memberikan masukan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Badan Legislasi DPR, Rabu (29/10/2024) lalu. RDPU itu diselenggarakan dalam rangka penyusunan Prolegnas Jangka Menengah 2025-2029 dan Prolegnas Prioritas 2025 bersama Badan Legislasi DPR.
Dalam kesempatan tersebut, Peneliti Senior PSHK Ronald Rofiandri menyampaikan sejumlah persoalan tata kelola regulasi di Indonesia, salah satunya perencanaan pembangunan yang tidak sinkron dengan perencanaan legislasi.“Gambaran ketidaksinkronan usulan RUU yang diajukan pemerintah tersebut menjadi cermin tidak sejalannya perencanaan pembangunan dengan perencanaan legislasi selama ini,” ungkap Ronald.
Ronald menambahkan, permasalahan mendasar dalam tahapan pembentukan peraturan adalah tidak adanya otoritas tunggal yang berwenang dalam pengelolaan regulasi. Wacana otoritas tunggal itu sempat muncul pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo tetapi kandas di tengah jalan.
Terkait Prolegnas, PSHK mendorong DPR untuk mengembalikan muruah Prolegnas sebagai instrumen perencanaan dengan meningkatkan ketaatan para pembentuk Undang-Undang terhadap Prolegnas, sekaligus memberikan indikator yang jelas atas RUU yang masuk dari jalur kumulatif terbuka. Selain itu, DPR juga didorong untuk memaksimalkan tahun pertama periode ini untuk menentukan arah politik legislasi lima tahun ke depan, sekaligus mematangkan kebutuhan RUU untuk empat tahun berikutnya. Dengan demikian, DPR dapat fokus pada RUU yang paling dibutuhkan, serta tidak perlu menetapkan target yang ambisius.
Dalam RDPU tersebut, PSHK mengusulkan empat RUU yang perlu masuk dalam Prolegnas 2025-2029. Pertama, RUU Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan untuk mengatur pembatasan penggunaan metode omnibus dan mengatur teknis pelaksanaan pembentukan peraturan yang memenuhi syarat partisipasi bermakna. Kedua, RUU Masyarakat Hukum Adat karena telah memenuhi unsur “kebutuhan hukum masyarakat”, terlebih di tengah situasi masyarakat adat yang kian terpinggirkan demi kepentingan pembangunan dan investasi yang menyebabkan maraknya kasus kriminalisasi dan pengusiran masyarakat adat.
Kemudian, RUU ketiga yang diusulkan adalah RUU Perkumpulan, agar dapat memberikan alas hukum yang jelas bagi badan hukum perkumpulan, menggantikan Staatsblad 1870 No. 64. sekaligus menggantikan UU Ormas yang bermasalah secara konsep. Keempat, RUU Perampasan Aset yang telah diusulkan sejak 2012, dan berkali-kali masuk ke dalam Prolegnas Prioritas tetapi tidak kunjung dibahas.
Selain PSHK, dalam RDPU tersebut, hadir pula Direktur Indonesian Parliamentary Center Ahmad Hanafi dan Komisioner Komnas Perempuan Olivia Chadidjah Salampessy. RDPU tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Iman Sukrin yang menyampaikan tujuan RDPU sebagai forum untuk menyerap kritik dan masukan dari masyarakat.