Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Rizky Argama menjadi salah satu narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI terkait RUU tentang Pengesahan Konvensi Internasional untuk Pelindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa, di Gedung DPR RI, pada Senin (19/6/2023).
Menurut Gama–begitu ia biasa disapa– komitmen politik untuk meratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa sebenarnya sudah terlihat sejak 2009. Saat itu, Panitia Khusus untuk Penanganan Pembahasan atas Hasil Penyelidikan Penghilangan Orang secara Paksa yang dibentuk DPR merekomendasikan sejumlah hal, salah satunya mendorong presiden segera meratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.
Gama menambahkan, regulasi yang ada di Indonesia saat ini belum mengatur penghilangan orang secara paksa sebagai tindak pidana tersendiri. Dalam KUHP (Undang-Undang No. 1 Tahun 2023) yang baru akan berlaku tiga tahun lagi, misalnya, ketentuan tentang penghilangan orang secara paksa diatur dalam Pasal 599 digabungkan dengan tindak pidana lain seperti perkosaan dan pelacuran paksa.
Lebih lanjut, jika Indonesia meratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa, Gama menyarankan agar Pasal 2 International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearance (ICPPED) dapat menjadi rujukan utama dalam mendefinisikan penghilangan orang secara paksa.
Ratifikasi ini tidak hanya penting untuk memberikan basis legal yang pasti atas pengertian “penghilangan orang secara paksa”, tetapi juga akan meningkatkan skor indeks kinerja HAM. “Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa juga menjadi bukti komitmen negara untuk mengadopsi seluruh hukum HAM internasional. Dari sembilan konvensi HAM internasional, Indonesia telah meratifikasi delapan di antaranya,” jelas Gama.
Dari sisi pembahasan, Gama menambahkan bahwa ratifikasi ini seharusnya dapat selesai sebelum tahun ini berakhir mengingat pembahasannya tidak dimulai dari nol. Jika terus ditunda, pembahasan dikhawatirkan akan semakin berlarut-larut karena DPR akan memasuki periode lame duck session pada 2024.
Selain Gama, hadir pula sejumlah narasumber lain dalam RDPU tersebut, yakni Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani, Direktur Eksekutif Setara Institute Halili Hasan, dan Dosen Kajian Terorisme UI Imdadun Rahmat.