Saat ini Badan Keahlian DPR (BKD) sedang menyusun revisi atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Ada beberapa hal yang menjadi perhatian dalam melakukan revisi tersebut, di antaranya hak imunitas anggota DPR, kemungkinan untuk memisahkan UU MD3 saat ini menjadi beberapa UU lain hingga relasi antara DPR dan DPD.
Untuk melakukan identifikasi lebih jauh terkait hal tersebut, BKD pada hari ini (24/11) menyelenggarakan diskusi terbatas dengan mengundang Prof. Bagir Manan, Ketua Mahkamah Agung periode 2001-2008 dan Ronald Rofiandri, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) sebagai narasumber di ruang rapat Kepala Badan Keahlian DPR (BKD) lantai 7 Gedung Setjen DPR dan BKD. Diskusi tersebut juga dihadiri oleh tenaga perancang peraturan perundang-undangan dan peneliti.
Dalam awal pemaparannya, Prof. Bagir Manan mengingatkan bahwa perubahan terhadap UU yang terlalu sering dilakukan dapat mencerminkan instabilitas sistem politik dan sistem pemerintahan. Perubahan yang terlalu sering juga dapat menghambat tradisi dalam kehidupan bernegara. Padahal tradisi dalam kehidupan bernegara sangat penting. Terlebih soal etika mengingat masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 sudah mau berakhir. Akan lebih bijaksana jika revisi UU MD3 ini disahkan oleh anggota DPR periode baru nanti.
Sementara itu, Ronald Rofiandri menyoroti hak imunitas yang dimiliki oleh anggota DPR yang kerap kali digunakan tidak secara proporsional khususnya di luar rapat DPR. Menyoroti hal tersebut, Ronald mendorong Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) bisa mengambil peran untuk menilai jika terjadi penyalahgunaan hak imunitas yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsi anggota DPR.
Selain itu, Ronald juga menekankan bahwa akuntabilitas sangat penting karena rapat-rapat lebih sering diselenggarakan secara tertutup dan minimnya akses publik untuk mendapatkan status dan perkembangan pembahasan suatu RUU. Oleh karena itu, diperlukan ketentuan yang mendorong DPR untuk menyampaikan kepada publik tentang kriteria dan alasan rapat tersebut diselenggarakan secara tertutup dan perlu dijamin ketersediaan pendokumentasian dan publikasi dalam setiap pengambilan keputusan.
Terkait wacana pemisahan UU MD3 menjadi beberapa UU, Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seperti interaksi legislasi antara DPR dan DPD, pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memerlukan pertimbangan DPD, dan soal pemekaran daerah.
Di akhir paparannya, Ronald mengingatkan bahwa terkait relasi antara DPR dan DPD, diperlukan konsensus terhadap “sumber inisiatif” keterlibatan DPD dalam mekanisme pembahasan RUU. Mengingat “sumber inisiatif” ini akan menentukan intensitas (peluang) dan kepentingan DPD dalam mengawal proses pembahasan RUU. Ronald juga menekankan bahwa DPD dapat memanfaatkan dan mengoptimalkan keberadaan bagian Pemantauan Pelaksanaan (PANLAK) UU yang berada di bawah Sekretariat Jenderal DPR melalui mekanisme bersama untuk memaksimalkan fungsi pengawasan pelaksanaan UU. Namun, yang paling penting adalah relasi antara DPD dengan DPR harus berlangsung secara transparan, adanya kewajiban menerbitkan tanggapan secara tertulis dan terdokumentasikan sehingga dapat diakses secara terbuka oleh publik. (fni/rr)