Seri terakhir dari rangkaian Seri Seminar Forum Kebijakan Pembangunan (FKP) diselenggarakan pada Selasa (19/2) dengan tema Penegakan Kontrak dan Indeks Kemudahan Berusaha/Ease of Doing Business (EoDB) oleh Mulki Shader, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Akuntabilitas Kewenangan dan Simplifikasi Prosedur: Membangun Sistem Integritas Penegakan Hukum oleh Miko Susanto Ginting, Peneliti PSHK.
Mulki Shader menuturkan bahwa dalam laporan terbaru yang dikeluarkan oleh Bank Dunia tentang kemudahan berusaha di Indonesia, peringkat EODB 2018 naik 19 peringkat menjadi posisi 72 dari 190 negara yang disurvei. Meski begitu salah satu indikator yaitu penegakan kontrak (Enforcing Contract) masih berada pada pada posisi 145 dari 190 negara.
Salah satu inovasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah dalam meningkatkan indikator penegakan kontrak adalah Penyelesaian Gugatan Sederhana (Small Claims Courts). Penyelesaian Gugatan Sederhana merupakan tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp200 juta yang diselesaikan dengan tata cara dan pembuktiannya sederhana.
Inovasi seperti ini harus terus didorong dan diperbarui, misalnya dengan memperbesar nilai gugatan yang masih terbatas dan melakukan sosialisasi tentang cara mengajukan Gugatan Sederhana. Di akhir paparannya, Mulki juga menilai peningkatan indikator penegakan kontrak dalam EoDB dapat dilakukan dengan penegakan eksekusi putusan dan otomasi Peradilan.
Sesi kedua dilanjutkan oleh Miko Ginting yang menuturkan bahwa untuk membangun sistem integritas penegak hukum dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui akuntabilitas kewenangan dan simplifikasi prosedur.
Miko mengkritik kecenderungan untuk mendirikan lembaga baru sebagai “pengawas” bagi lembaga penegak hukum yang sudah mapan. Hal tersebut dinilai tidak efektif untuk mencegah korupsi karena selama ada kewenangan maka ada peluang untuk korupsi. Miko juga menilai bahwa selama korupsi sebagai fenomena kewenangan tidak diurai, oversight institution tidak akan efektif.
Selain itu, prosedur yang rumit, tidak sederhana, dan nir-akuntabilitas membuka celah terjadinya korupsi. Pendekatan simplifikasi prosedur tidak sekedar memotong proses, namun juga pemetaan terhadap peluang korupsi. Miko juga mendorong uji akuntabilitas dalam tiap tahapan prosedur untuk meminimalisir peluang korupsi.
Semua sesi Seri #3 Seminar FKP dapat disaksikan di https://www.youtube.com/user/ANUIndonesiaProject/videos