Untuk memberikan dukungan riset dan inovasi di bidang usaha, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang menggunakan pendekatan omnibus law telah memasukkan dukungan riset dan inovasi ke dalam bab tersendiri, tepatnya Bab VII. Bab ini mengubah ketentuan dalam UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya Pasal 66.
Menurut Anggota Tim Koordinasi Penyusunan Perundang-Undangan dengan Teknik Penyusunan Omnibus Law yang juga akademisi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, Ima Mayasari latar belakang dibentuknya klaster dukungan riset dan inovasi dalam RUU Cipta Kerja adalah meningkatkan kemudahan berusaha di Indonesia yang lebih ramah investasi, meningkatkan daya saing, menciptakan lapangan kerja, dan mengembangkan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sehingga dapat bersaing di dunia usaha.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa meski klaster dukungan riset dan inovasi hanya terdapat satu UU terdampak, namun tetap memiliki hubungan dan keterkaitan dengan Undang-Undang lain. Di mana hilirasi dari penelitian, pengembangan, dan inovasi ini memiliki kontribusi dalam peningkatan investasi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya bagi UMKM.
Hal tersebut disampaikan dalam Seri Diskusi Omnibus Vol. dengan tema “Menyoal Dukungan Riset dan Inovasi dalam RUU Cipta Kerja” yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) pada Selasa (23/6/2020).
Sementara itu, Direktur Komunikasi Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Inaya Rakhamani, mengungkapkan bahwa penciptaan lapangan kerja seringkali menyebabkan tersisihnya masyarakat dari pendidikan dan pekerjaan. Oleh sebab itu, untuk membangun ekonomi berkelanjutan harus ada riset-riset sosial yang bisa mengatasi masalah manusia dengan alam.
“Riset dibutuhkan agar kita bisa melihat kepentingan manusia yang mungkin belum terlihat saat ini, untuk memikirkan cara-cara agar masyarakat bisa berdaya tahan tinggi, adaptif, fleksibel, dan bisa berhubungan dengan alam. Di mana kebutuhan masyarakat seringkali bertentangan dengan kebutuhan industri dan pasar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Inaya menilai dukungan riset dan inovasi dalam RUU Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatan daya saing nasional. Tapi ada perbedaan fungsi antara riset dasar dengan terapan, di mana RUU Cipta Kerja ini terlalu memberi keistimewaan terhadap riset terapan.
Sementara itu, Asisten Deputi Bidang Peraturan Perundang-undangan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Wahyu Setiawan mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 102 BUMN. Melalui dukungan riset dan inovasi harapannya bisa mengurangi jumlah BUMN menjadi sekitar 70 BUMN saja. Hal itu dapat dilakukan bila BUMN yang bersangkutan tidak memberikan dampak baik.
Menurut Wahyu, BUMN seharusnya terlibat langsung dalam riset dan inovasi dengan mempertimbangkan kebutuhan BUMN itu sendiri, bukan karena penugasan oleh negara. Oleh sebab itu, ketentuan Pasal 66 UU BUMN diubah melalui RUU Cipta Kerja.
“Selama ini beberapa riset yang dilakukan BUMN hanya bersifat kerja sama, padahal yang dibutuhkan adalah riset agar BUMN harus berkembang dan mampu bersaing di dunia usaha, untuk itu klaster ini ada,” ungkapnya.
Diskusi yang dimoderatori oleh Direktur Advokasi dan jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi ini diikuti oleh seratusan peserta yang terdiri dari dosen, mahasiswa, peneliti, hingga aparatur pemerintah. Diskusi tersebut juga dapat disaksikan ulang di kanal Youtube PSHK Indonesia. (AP)