Penyelenggaraan pembangunan tidak bisa berjalan tanpa arahan. Fungsi regulasi menjadi salah satu acuan berjalannya pembangunan tanpa mengesampingkan fungsi yang lain. Kini telah dikembangkan berbagai metode untuk menilai efektifitas peraturan perunang-undangan. Namun, penerapan berbagai instrument tersebut masih minim. Pernyataan tersebut disampaikan Dr. Diani Sadiawati, SH, LLM., Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam diskusi sebagai rangkaian penyusunan Background Study Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020/2024 untuk reformasi regulasi pada Jumat (23/11/18) di Jakarta.
Dalam diskusi yang dihadiri oleh perwakilan direktorat sektoral Bappenas, tim peneliti Bappenas dan tim peneliti PSHK tersebut, Dr. Diani Sadiawati lebih lanjut menjelaskan bahwa tujuan kebijakan adalah menyejahterakan bukan justru membebani. Peran regulasi sangat signifikan guna menciptakan iklim pembangunan yang diharapkan. Untuk itu banyak kementerian maupun lembaga pemerintahan yang menerbitkan peraturan sesuai dengan kepentingannya. Hal ini yang memungkinkan timbulnya peluang tumpang tindih antar peraturan satu dengan yang lain. “Bukan berarti tidak boleh membuat regulasi sendiri, namun bagaimana regulasi itu benar-benar dibutuhkan dan tidak berjalan sendiri,” ujar Dr. Diani Sadiawati.
Diskusi ini bertujuan memberikan kesempatan bagi kementerian dan lembaga untuk membicarakan permasalahan atau kendala yang berhubungan dengan regulasi. Dr. Dhahana Putra BC.IP,SH,Msi, Direktur Perancangan Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM yang juga hadir sebagai narasumber dalam diskusi menyampaikan adanya fenomena money follow program yang mengakibatkan munculnya regulasi di tingkat pemerintah atas dasar program namun tidak mengindahkan harmonisasi.
M Nur Sholikin, Direktur Eksekutif PSHK dalam diskusi tersebut menyampaikan perlunya tahapan monitoring dan evaluasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan. UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan hanya mengatur pembentukan peraturan perundang-undangan dari tahap perencanaan dampai dengan pengundangan. “Tahap monitoring dan evaluasi perlu dimasukkan dalam tahap poses legislasi tersebut, untuk menyelesaikan persoalan yang muncul dalam implementasi peraturan perundang-undangan, menilai sinkronisasinya dengan pelaksanaan pembangunan dan sebagai bahan bagi perencanaan legislasi berikutnya”, ujar Sholikin.
Permasalahan lain yang juga menjadi salah satu perhatian peserta diskusi adanya tumpang tindih antar peraturan kementerian. Selain itu, pembenahan pebentukan regulasi juga diperlukan untuk menjaga konsistensi perencanaan dan hasil produk pembentukan peraturan perundang-undangan sinkron dengan strategi pembangunan nasional. Berbagai permasalahan ini yang menguatkan pentingnya kebutuhan reformasi regulasi secara menyeluruh di lingkungan pemerintahan. Agar regulasi yang dibentuk sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya secara matang, dapat berjalan efektif dan tidak menimbulkan permasalahan dalam implementasi. (NTA)