Peneliti PSHK dan pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Muhammad Faiz Aziz memaparkan presentasi makalahnya bertema “Joint Development Zone in Disputed Maritime Boundaries” di Pontianak. Tema makalah tersebut dipresentasikan pada acara CILS International Conference ke-8 yang berlangsung di Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak pada 3 Oktober 2017.
Sebuah kawasan bersama atas wilayah maritim yang masih dan berpotensi menjadi sengketa menjadi fokus paparan. Indonesia pernah sekali waktu mengimplementasikan konsep joint development zone berdasarkan Pasal 74 dan Pasal 83 ayat 3 United Convention on the Law of the Sea 1982. Konsep ini kemudian dituangkan ke dalam perjanjian bilateral dengan Australia atas celah Timor pada 1989 lalu. Seiring dengan lepasnya Timor Timur dan menjadi negara merdeka Timor Leste, perjanjian tersebut otomatis tidak berlaku lagi.
Meskipun demikian, belum selesainya negosiasi bilateral Indonesia dengan negara-negara tetangga kita soal batas maritim, potensi sengketa tetaplah ada. Bahkan, hingga saat ini pun kita masih bersengketa dengan Malaysia soal blok Ambalat. Oleh karenanya, pengembangan model ini merupakan keniscayaan. Pembuatan kerangka hukum dan kelembagaan yang ajeg dan detail pun dirasa perlu untuk menguatkan legitimasi pemerintah dalam bernegosiasi dengan negara tetangga untuk membuat zona pembangunan bersama di wilayah maritim yang masih bersengketa.