Pada tahun 2020, pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau lebih dikenal sebagai omnibus law, mendapat reaksi yang sangat keras dari publik. Pandangan publik diarahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat selaku lembaga legislatif yang meloloskan undang-undang tersebut.
Upaya berbagai kalangan mengawal proses pembentukan UU Cipta Kerja di ranah legislatif merupakan langkah yang penting. Ini berlaku tidak hanya bagi UU Cipta Kerja, tetapi juga rancangan undang-undang dan peraturan lainnya. Meskipun demikian, mengawal penyusunan RUU di ranah legislatif adalah satu tahapan. Setelah itu, sejumlah ketentuan dalam suatu undang-undang masih perlu diturunkan ke dalam berbagai peraturan agar dapat diimplementasikan dengan baik. Proses penyusunan peraturan turunan itu juga perlu dikawal untuk memastikan isinya sinkron dan tidak berlawanan dengan aturan di atasnya. Ada idiom dalam bahasa Inggris untuk hal itu: the devil is in the details. Hal-hal kecil bisa menimbulkan pengaruh ataupun masalah yang besar.
Namun, berbeda dengan proses pembahasan RUU di DPR yang, meski masih masih membutuhkan banyak perbaikan, relatif masih lebih terbuka dibanding pembentukan peraturan pelaksana di tataran eksekutif yang sering kali luput dari amatan publik. Hal itu disebabkan oleh mekanisme penyusunan peraturan pelaksana yang meski mensyaratkan keterbukaan, praktiknya lebih tertutup dibanding proses yang ada di DPR. Padahal, dalam peraturan pelaksana itulah tata laksana operasional dari suatu undangundang tercantum. Jika pengawalan oleh publik dilakukan mulai dari level undang-undang hingga peraturan pelaksana, aturan-aturan yang dibuat akan lebih selaras.
Faktanya, di Indonesia ada banyak aturan yang tumpang tindih. Di masa-masa awal berdirinya Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), yakni pada 1998, ada banyak aturan yang berlawanan dengan semangat reformasi sehingga menjadi tumpang tindih. Kami melakukan kajian terhadap aturanaturan tersebut dan menyampaikan temuannya kepada para pemangku kepentingan. Hasilnya, ada sejumlah keputusan presiden yang dicabut di era kepemimpinan Presiden BJ Habibie.
Meskipun demikian, bukan berarti persoalan tumpang tindih aturan itu sudah selesai. Sampai saat ini masih banyak aturan yang isinya tidak sinkron satu sama lain sehingga berdampak terhadap rencana pembangunan. Di tengah tahun berjalan, misalnya, kerap kali banyak peraturan yang disusulkan. Kehadiran peraturan baru di tengah perjalanan semacam itu dapat memengaruhi perencanaan kerja instansi pemerintah terkait. Banyak program pembangunan yang akhirnya tidak berjalan maksimal karena adanya disrupsi dari sisi aturan.
Minimnya pemantauan pada tataran implementasi hingga adanya berbagai peraturan yang tumpang tindih itu terjadi karena pengetahuan kita tentang bagaimana hukum dibuat belum lengkap. Untuk itu, mengangkat wacana reformasi regulasi ke permukaan menjadi penting.
Reformasi regulasi
Pentingnya reformasi regulasi itu merupakan hasil refleksi PSHK setelah mengkaji masalah-masalah terkait manajemen regulasi di Indonesia. Semula, kami berfokus pada sisi pembentuk peraturan, baik pada lembaga legislatif maupun eksekutif. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kami semakin paham bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan melibatkan banyak pemangku kepentingan. Hanya berfokus ke lembaga legislatif tidak mencukupi dalam proses legislasi yang membutuhkan banyak pihak lain untuk terlibat.
Bagi kami, reformasi regulasi adalah upaya menciptakan dan mengawasi pengelolaan pembentukan peraturan secara menyeluruh. Selama ini, ada persepsi bahwa entitas pembentuk hukum hanya ada di pihak eksekutif dan legislatif saja. Padahal, hukum atau regulasi memiliki dampak sosial dan politik ke semua sektor. Oleh karena itu, semua pihak harus terlibat mulai dari legislatif, eksekutif, yudikatif, hingga masyarakat.
Berangkat dari pemikiran tersebut, kami pun mulai mendorong agenda reformasi regulasi dengan melibatkan berbagai pemangkau kepentingan lintas sektor. Ketika bicara peran publik, misalnya, keterlibatan publik bukan hanya dengan mengetahui adanya suatu RUU yang sedang dibahas DPR. Lebih dari itu, publik harus bisa berpartisipasi dalam keseluruhan prosesnya. Untuk itu, perlu ada mekanisme yang bisa memastikan berjalannya partisipasi publik di dalam pembuatan suatu regulasi. Di sinilah pentingnya melengkapi pengetahuan tentang bagaimana hukum itu dibuat. Melalui agenda reformasi regulasi, kami ingin turut melengkapi pengetahuan tersebut dengan mendorong keterlibatan semua pihak, khususnya masyarakat sipil.
Kerja bersama mendorong perubahan
Secara waktu, upaya kami mendorong agenda reformasi regulasi menemukan sejumlah momentum yang pas. Sejak awal pemerintahannya, misalnya, Presiden Joko Widodo kerap menyinggung adanya aturan yang tumpang tindih. Dengan berbicara seperti itu, secara tidak langsung Presiden sedang membicarakan isu reformasi regulasi.
Untuk mendorong reformasi regulasi, kami melakukan kajian-kajian. Kami berupaya melibatkan para pemangku kepentingan terkait dalam setiap kajian yang kami lakukan. Mulai dari kalangan birokrasi, akademisi, maupun masyarakat sipil. Kami memahami bahwa upaya ini tidak bisa dilakukan sendiri. Oleh karena itu, kami juga berupaya memajukan ekosistem hukum bersama jaringan masyarakat sipil. Kami berupaya membangun jejaring studi dan advokasi lintas sektor untuk menjadikan reformasi regulasi sebagai agenda bersama.
Rencana kajian kami antara lain mendapat tanggapan dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Secara khusus, Bappenas memberi masukan agar kajian tersebut didasarkan pada empat aspek strategi nasional reformasi regulasi 2015 supaya analisis dan rekomendasi yang dihasilkan bisa terhubung dengan kebijakan yang sudah ada. Keempat aspek itu terdiri dari simplifikasi regulasi, rekonseptualisasi prosedur pembentukan regulasi, restrukturisasi kelembagaan pengelola regulasi, dan penguatan kapasitas pembentuk regulasi.
Pada waktu itu, Bappenas juga tengah menggagas reformasi regulasi sebagai penerjemahan dari visi Presiden Joko Widodo terkait tumpang tindihnya berbagai peraturan. Lebih lanjut, Bappenas ingin memasukkan agenda reformasi regulasi ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024.
Dari diskusi dengan Bappenas, kami kemudian mengetahui kesulitan yang dihadapi dalam menjalankan agenda reformasi regulasi. Di sinilah kami menemukan kesamaan tujuan, sehingga akhirnya bekerja sama. Sepanjang 2018–2019, PSHK dan Bappenas bekerja sama untuk menghasilkan studi latar belakang mengenai reformasi regulasi. Hasil dari kajian tersebut menjadi bahan masukan dalam proses penyusunan RPJMN 2020–2024.
Berdasarkan hasil kajian PSHK bersama Bappenas, ada sejumlah masalah terkait pengelolaan regulasi di Indonesia. Misalnya, tidak sinkronnya perencanaan pembangunan dengan perencanaan regulasi, tidak patuhnya pembuat peraturan terhadap ketentuan tentang materi muatan dan hierarki perundangundangan, tidak adanya mekanisme monitoring dan evaluasi (monev) yang terintegrasi dengan proses legislasi, dan tidak adanya otoritas khusus di tingkat pusat yang menangani keseluruhan proses dan pengelolaan regulasi. Temuan ini menegaskan keyakinan kami bahwa masalah utama terkait pengelolaan regulasi di Indonesia bukan hanya soal hiper-regulasi atau terlalu banyaknya produk peraturan untuk mengatur banyak hal.
Dari temuan itu, kami memahami bahwa upaya mendorong reformasi regulasi harus dilakukan melalui banyak pintu. Bukan hanya di DPR saja, tetapi juga di ranah eksekutif, termasuk berbagai kementerian dan lembaga-lembaga negara lainnya yang sebenarnya memiliki kewenangan sama tetapi selama ini luput dari amatan dan partisipasi publik. Pengawalan regulasi di level eksekutif bukan hanya fokus pada detail penyusunan dan perencanaan, tetapi juga pelaksanaannya. Melalui cara inilah kami berusaha mewujudkan visi reformasi regulasi sebagai upaya membongkar sekaligus melengkapi pengetahuan tentang bagaimana hukum dibuat.
Selain itu, serangkaian diskusi kami gelar dalam format road show ke sejumlah daerah, termasuk ke luar Jawa, seperti Aceh, Sumatra Barat, sampai Sulawesi Selatan. Ini perlu dilakukan agar agenda reformasi regulasi bukan hanya merupakan hasil pemikiran para akademisi dari Jawa saja. Antusiasme akademisi dan masyarakat sipil di luar Jawa besar sekali. Mereka yang di luar Jawa juga memiliki pemikiran dan solusi untuk agenda reformasi regulasi.
Pada akhirnya, kami bisa menyelesaikan hasil kajian dengan mengikutsertakan masukan dari berbagai pihak dan menyerahkannya kepada Bappenas. Salah satu rekomendasi yang dihasilkan adalah perlunya kegiatan monev yang lebih baik untuk mendukung reformasi regulasi secara sistematis.
Momentum penting lainnya kami temukan pada debat calon presiden di 2019. Waktu itu, salah satu pertanyaan yang diajukan dalam debat kepada para kandidat adalah mengenai solusi atas persoalan banyaknya regulasi yang tumpang tindih. Kami menyambut momentum itu dengan bergerak cepat. Bersama Bappenas, dengan dukungan dari Knowledge Sector Initiative (KSI), kami mengadakan presentasi ke media terkait agenda reformasi regulasi dalam RPJMN 2020-2024. Setelah itu, serangkaian seminar dengan tema serupa juga digelar.
Melalui rangkaian upaya itu, untuk pertama kalinya RPJMN memuat rencana untuk menata regulasi dengan membangun institusi atau lembaga pengelola regulasi. Masuknya agenda reformasi regulasi dalam RPJMN 2020-2024 adalah suatu keberhasilan. Ini membuktikan bahwa masyarakat sipil bisa lebih terlibat dalam proses penyusunan regulasi. Hal ini merupakan sebuah awal yang baik bagi proses penyusunan berbagai regulasi lainnya ke depan.
Tantangan
Keberhasilan melakukan advokasi untuk memasukkan agenda reformasi regulasi ke dalam RPJMN 2020- 2024 tidak terlepas dari jalinan kerja sama dengan berbagai pihak. Meskipun demikian, menjalin kerja sama semacam itu bukannya tanpa tantangan.
Kerja sama dengan jaringan masyarakat sipil dan akademisi bisa berjalan dengan lancar dan menghasilkan banyak masukan berharga. Namun, kami sempat mengalami kesulitan dalam berkoordinasi dengan lembaga pemerintah, khususnya lembaga di luar Bappenas. Meskipun begitu, tantangan tersebut pelanpelan bisa kami atasi. Kami percaya dari proses ini akan ada jejaring dan tingkat keterlibatan publik yang semakin luas.
Secara internal, tantangan bagi kami bukan hanya soal bagaimana merumuskan agenda internal PSHK, tetapi juga bagaimana merespons dinamika di luar. Prioritas regulasi harus dirumuskan secara tepat dan jitu. Jika tidak, agenda reformasi regulasi akan berakhir pada sebatas simplifikasi atau penyederhanaan jumlah regulasi.
Tantangan lain muncul ketika belum lama ini Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2021 tentang Pemberian Persetujuan Presiden terhadap Rancangan Peraturan Menteri/ Kepala Lembaga. Mulai 6 Agustus 2021, setiap rancangan regulasi yang diprakarsai oleh kementerian/ lembaga harus mendapat persetujuan dari presiden sebelum diberlakukan.
Terbitnya Perpres tersebut sekilas terdengar seperti solusi. Apalagi, peraturan perundang-undangan di level kementerian/lembaga selama ini memang sangat banyak jumlahnya dibanding jenis peraturan lainnya. Pada 2019 saja, kami menemukan ada 8.311 peraturan setingkat kementerian/lembaga yang dibentuk sepanjang periode pertama Presiden Joko Widodo. Namun, isi dari Perpres baru itu berpotensi membuat birokrasi dalam pembentukan regulasi kian panjang dan rumit.
Kami percaya pemerintah punya komitmen baik untuk terus melakukan agenda reformasi regulasi. Itu sejalan dengan agenda kami terkait reformasi regulasi. Akan tetapi, sebagaimana visi jauh agenda reformasi regulasi untuk membongkar setiap proses pembentukan dan pelaksanaan regulasi, niat baik itu perlu terus dikritisi.
Saat ini, bagi kami yang paling penting dalam agenda reformasi regulasi adalah pelembagaan monev. Pelembagaan itu hampir terwujud dengan terbitnya UU Nomor 15 Tahun 2019 yang merevisi UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 95A peraturan revisi tersebut memuat ketentuan soal pemantauan dan peninjauan atas undang-undang. Dengan adanya pasal itu, untuk pertama kalinya konsep monev diatur dalam sistem legislasi di Indonesia. Sayangnya, pasal itu sebatas menyebut pemerintah dan DPR harus melakukan monev terhadap undang-undang. Padahal, monev dibutuhkan untuk seluruh instrumen peraturan di Indonesia. Semua regulasi yang dikeluarkan presiden, menteri, kepala daerah, sampai keputusan-keputusan lembaga seharusnya menjadi objek dalam proses monev regulasi.
Warisan jangka panjang
Terlepas dari berbagai tantangan yang muncul, proses advokasi untuk mendorong agenda reformasi regulasi dalam RPJMN 2020-2024 akhirnya berhasil diwujudkan. Dalam konteks itu, dukungan dari KSI sangat penting bagi kami. Dengan dukungan itu, gagasan-gagasan yang semula sulit untuk direalisasikan akhirnya mulai terwujud.
Fleksibilitas dukungan dari KSI juga memungkinkan kami meningkatkan kualitas staf kami, baik dengan mendorong staf melanjutkan studi, maupun mengikuti seminar dan pelatihan yang diadakan berbagai lembaga termasuk KSI. Semua itu pada akhirnya juga akan meningkatkan kapasitas kami sebagai lembaga. Bagi kami, penguatan sumber daya yang didukung oleh KSI adalah warisan yang akan bermanfaat jangka panjang bagi agenda reformasi regulasi.
Selain itu, kami juga sepenuhnya sadar bahwa saat ini adalah tahun-tahun penuh ketidakpastian. Bersikap idealis dalam kondisi ini adalah hal yang sulit. Akan, tetapi berkat kerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat sipil lainnya, kami menjadi bisa berdiri kuat. KSI turut berperan dalam membuka ruang kerja sama tersebut, sehingga kami menjadi terhubung dengan lembaga-lembaga yang bidang kerjanya amat berbeda dengan kami, seperti SMERU, SurveyMeter, PKMK UGM, PPH Atma Jaya, dan lain-lain. Ini juga menjadi warisan yang sangat berharga.
Masuknya agenda reformasi regulasi dalam RPJMN 2020-2024 merupakan sebuah langkah awal. Ada berbagai aspek dalam agenda reformasi regulasi yang perlu dikerjakan. Pengalaman mendorong reformasi regulasi dalam RPJMN adalah bekal untuk mendorong agenda reformasi regulasi ke depan yang masih butuh nafas panjang.
*Artikel ini ditulis oleh Gita Putri Damayana dan Rizky Argama dalam buku Perjalanan Perubahan Mitra Knowledge Sector Initiative yang dapat diunduh di https://www.ksi-indonesia.org/id/wawasan/detail/2830-perjalanan-perubahan-mitra-knowledge-sector-initiative