Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui 40 rancangan undang-undang untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2022. Keputusan itu diambil dalam sidang paripurna DPR pada Desember lalu. Sedikitnya terdapat empat persoalan yang menyertai penetapannya.
Pertama, pengesahan ini sudah begitu terlambat. Sebagaimana yang pernah saya utarakan dalam tulisan “Urgensi Perubahan Program Legislasi Nasional” di Koran Tempo pada 6 Oktober 2021, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa penetapan Prolegnas prioritas tahunan seharusnya dilakukan sebelum penetapan rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UUAPBN). Sedangkan rancangan UUAPBN untuk tahun anggaran 2022 sudah ditetapkan pada 27 Oktober 2021.
Keterlambatan pengesahan Prolegnas ini mengulang kejadian pada tahun-tahun sebelumnya. Dalam catatan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), dalam tujuh tahun terakhir, hanya satu kali DPR dan pemerintah mengesahkan Prolegnas prioritas tahunan secara tepat waktu dan sebelum rancangan UUAPBN ditetapkan, yaitu penetapan Prolegnas pada 2019 yang disahkan pada 31 Oktober 2018. Penetapan pada enam tahun lainnya meleset dan bahkan empat tahun di antaranya disahkan pada tahun berjalan.
Kedua, jumlah 40 rancangan yang disepakati dalam Prolegnas prioritas 2022 masih terlalu tinggi dan akan sulit direalisasi. Dalam tujuh tahun terakhir, target pembahasan rancangan undang-undang dalam Prolegnas tidak sekali pun terpenuhi. Bahkan capaian kinerja legislasi DPR dan pemerintah tidak pernah mencapai separuh dari target. Pada 2015, DPR hanya mengesahkan tiga dari 40 rancangan, pada 2016 hanya 10 dari 50 rancangan, pada 2017 cuma 6 dari 62 rancangan, pada 2018 ada lima dari 50 rancangan, pada 2019 hanya 14 dari 55 rancangan, pada 2020 tiga dari 37 rancangan, dan pada 2021 DPR dan pemerintah hanya sanggup mengesahkan lima dari 37 rancangan.
Capaian tertinggi DPR bersama pemerintah di bidang legislasi hanya terjadi pada 2019 ketika mengesahkan 14 dari 55 rancangan dalam Prolegnas. Itu pun terjadi di pengujung masa jabatan DPR periode 2014-2019 dan banyak dari rancangan yang disahkan tersebut memicu kontroversi.
Ketiga, tiga dari lima rancangan undang-undang yang disahkan DPR dan pemerintah pada 2021 kembali terdaftar dalam Prolegnas 2022. Ketiga rancangan tersebut baru saja disahkan, bahkan belum terpublikasi secara resmi, dan belum diketahui apakah sudah diundangkan atau belum. Ketiganya adalah rancangan perubahan Undang-Undang Jalan, perubahan atas Undang-Undang Kejaksaan, serta perubahan atas Undang-Undang Perimbangan Keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Hal ini jelas menimbulkan kebingungan dan menjadi bukti bahwa penyusunan Prolegnas tidak dilakukan dengan perencanaan yang matang. Bagaimana mungkin suatu undang-undang yang sama sekali belum berlaku sudah kembali diagendakan untuk diamendemen dalam waktu dekat?
Keempat, sejumlah rancangan yang ada dalam Prolegnas juga berpotensi menyebabkan tumpang-tindih pembahasan. Hal itu terjadi karena tiga dari 40 rancangan itu juga merupakan bagian dari Undang-Undang Cipta Kerja, yang juga masuk agenda perubahan pada tahun ini. Ketiga rancangan tersebut adalah rancangan tentang perubahan atas Undang-Undang Penyiaran, revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara, dan perubahan atas Undang-Undang Narkotika. Preseden buruk seperti yang terjadi dalam proses legislasi terhadap perubahan Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada 2020 dapat terulang. Hal itu akan membuat satu rancangan yang dibahas dalam dua proses legislasi yang berbeda: satu melalui undang-undang tersebut dan satu lagi melalui perubahan atas Undang-Undang Cipta Kerja, sebagaimana yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Empat persoalan tersebut membuktikan bahwa DPR dan pemerintah tidak menyusun Prolegnas dengan perencanaan yang matang dan terkesan abai terhadap agenda reformasi regulasi. Alih-alih mendorong terjadinya perbaikan terhadap peraturan perundang-undangan, persoalan yang menyertai Prolegnas 2022 justru berpotensi menambah panjang daftar masalah.
Penulis: Antoni Putra
Sumber: https://koran.tempo.co/read/opini/470804/sengkarut-program-legislasi-nasional-2022