Komisi Nasional Disabilitas (KND) merupakan lembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas). Ketentuan itu kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas (Perpres 68/2020) sekaligus memerintahkan pembentukannya. Setelah melalui proses seleksi, pada 1 Desember 2021, Presiden Republik Indonesia resmi melantik 7 anggota KND, sekaligus menandakan KND jilid I resmi bertugas.
Pembentukan KND disambut harapan di tengah upaya Pemerintah menjalankan amanat dalam mewujudkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Namun begitu, terselip keresahan yang mendalam terhadap kekuatan kelembagaan KND untuk menjawab berbagai harapan tersebut, khususnya dalam melaksanakan semangat dan prinsip dari UU Penyandang Disabilitas yang menempatkan isu disabilitas dalam pendekatan lintas sektor.
Bagaimanapun, KND bukanlah eksekutor lapangan, melainkan lembaga pengawas eksternal dari Pemerintah dan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya yang diatur dalam UU Penyandang Disabilitas. Dalam peran ini, KND perlu memetakan dengan cermat permasalahan yang ada dan menjawab pertanyaan besar “bagaimana KND dapat berperan dalam penyelesaian permasalahan tersebut?”.
Realitas bahwa KND adalah lembaga eksternal dari birokrasi Pemerintah tercantum dalam ketentuan Pasal 132 UU Penyandang Disabilitas yang mengatur bahwa tugas dari KND adalah melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Dari tugas itu dapat terlihat bahwa KND bukan pelaksana langsung, tetapi memastikan Pemerintah dan pemerintah daerah menjalankan tugasnya dalam mewujudkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas berdasarkan UU Penyandang Disabilitas.
Tantangan terbesar bagi KND dalam menjalankan posisi sebagai pengawas eksternal adalah posisi Sekretariat KND dalam Pasal 9 ayat (4) Perpres 68/2020 yang berkedudukan di unit kerja Kementerian Sosial, yang merupakan salah satu obyek pengawasan dari KND. Sekretariat KND bertugas untuk memberikan dukungan teknis dan administratif, termasuk penyediaan anggaran bagi KND. Dalam konstruksi perencanaan dan penganggaran di Indonesia, ketentuan itu menjadikan jalur anggaran KND akan masuk dalam pagu anggaran Kementerian Sosial.
Kondisi itu menjadikan posisi KND tidak diuntungkan secara sistem, sehingga perlu didukung faktor di luar sistem, agar mandat sebagai lembaga pengawas eksternal yang independen tetap terjaga. Bentuk dukungan paling krusial adalah dari organisasi penyandang disabilitas sebagai pemangku kepentingan terbesar. Skema pengisian anggota KND yang keseluruhannya dipilih dari masyarakat sipil, tidak ada anggota yang berstatus sebagai ex officio atau perwakilan Pemerintah, menambah urgensi bahwa KND adalah perpanjangan tangan dari masyarakat penyandang disabilitas.
Dengan begitu, penting bagi KND mengawali langkahnya untuk berkonsolidasi dengan organisasi penyandang disabilitas di seluruh wilayah Indonesia. KND perlu memberikan ruang yang besar bagi organisasi penyandang disabilitas untuk ikut dalam merancang kerja KND ke depan, sehingga terjalin proses yang saling percaya dan memastikan KND bermitra dekat, serta saling mendukung dengan organisasi penyandang disabilitas.
Tantangan berikutnya adalah luasnya lingkup tugas dari KND. UU Penyandang Disabilitas membawa perspektif baru dalam pengaturannya dibandingkan UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Perubahan itu membawa konsekuensi bahwa disabilitas menjadi isu lintas sektor, tidak sebatas pada isu kesejahteraan dan jaminan sosial saja.
Data PSHK menunjukkan UU Penyandang Disabilitas mengatur 25 sektor pemerintahan yang terkait dengan urusan dari 30 Kementerian/Lembaga, dan juga mencakup kewenangan di level pusat dan daerah. Kondisi itu mendesak KND untuk memetakan permasalahan lebih dalam dan menentukan prioritas isu yang akan diselesaikan dalam lima tahun ke depan.
Salah satu aspek yang perlu diprioritaskan oleh KND dalam lima tahun ke depan adalah memastikan pembentukan berbagai regulasi, khususnya yang sudah diamanatkan oleh UU Penyandang Disabilitas dan Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD) yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 dapat terselesaikan. Regulasi yang dimaksud mencakup peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan di level kelembagaan. Keberadaan Regulasi memiliki peran strategis, yaitu sebagai dasar pelaksanaan oleh berbagai lembaga di tingkat pusat maupun daerah, juga sebagai pintu masuk atau langkah awal membangun komitmen yang kuat dari lembaga untuk melaksanakan perannya dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Adapun regulasi yang dimaksud antara lain mencakup RPP Konsesi dan Insentif sebagai pelaksanaan dari Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 116 ayat (2) UU Penyandang Disabilitas; pembentukan Perda yang mengatur tentang penyandang disabilitas di seluruh wilayah Indonesia, yang sampai saat ini baru tersedia di 15% daerah di Indonesia. Sedangkan yang terkait dengan RIPD antara lain pembentukan Peraturan Menteri tentang pedoman penyelenggaraan sistem data terpilah penyandang disabilitas bagi setiap sektor di pusat dan daerah; instrumen penilaian pelayanan dan fasilitas publik yang memasukkan variabel disabilitas.
Kemudian, adanya kebijakan dan standar operasional layanan komunikasi dan informasi publik yang mudah diakses, andal, dan responsif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas; standar pemeriksaan yang layak dalam peradilan bagi penyandang disabilitas; panduan dan standar operasional ketenagakerjaan disabilitas di sektor publik dan swasta; dan standar operasional tentang penyediaan layanan keuangan inklusif yang mudah diakses oleh penyandang disabilitas.
Selain regulasi-regulasi tersebut, KND juga perlu memberikan perhatian terhadap pelaksanaan dari Perpres Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi HAM 2021-2025 dan Perpres Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, yang keduanya secara spesifik menyebut penyandang disabilitas sebagai kelompok sasaran.
Luasnya cakupan pengawasan KND perlu disikapi dengan jaringan kerja strategis, dengan mitra utamanya adalah organisasi penyandang disabilitas. Jaringan kerja yang mampu mendukung kerja-kerja KND di berbagai sektor pemerintahan, termasuk di tingkat pusat maupun daerah.
Saat ini berbagai organisasi penyandang disabilitas aktif melakukan advokasi di berbagai sektor, sehingga sudah memiliki modalitas yang baik untuk memberikan dukungan kepada KND. Untuk itu, KND harus menggunakan kewenangannya dalam mendukung kerja-kerja advokasi organisasi penyandang disabilitas, sehingga hasil dari advokasi lebih berdampak. Dukungan yang KND dapat berikan adalah membuka komunikasi dengan lembaga pengambil kebijakan yang tepat, membuka akses partisipasi dalam pembentukan kebijakan, sampai akses terhadap anggaran demi keberlanjutan advokasi di organisasi penyandang disabilitas.
Tantangan ketiga yang dihadapi KND adalah sebagai lembaga baru yang harus membangun komunikasi dengan lembaga-lembaga negara lainnya di tingkat pusat dan daerah. Jalur komunikasi ini harus tetap berada dalam jalur tugas KND, sebagai lembaga pengawasan eksternal dari Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
KND tidak perlu terpancing untuk ikut melaksanakan program pelaksanaan, yang sudah seharusnya dilaksanakan oleh K/L atau pemerintah daerah. Dalam dinamikanya, bukan tidak mungkin KND akan berhadapan dengan situasi terhambat, bahkan dalam tensi yang tinggi. Namun dalam kondisi itulah bangunan komunikasi dan jaringan akan sangat bermanfaat untuk mendukung posisi KND, sebelum kemudian menjadi materi untuk dilaporkan kepada Presiden sesuai dengan ketentuan Pasal 132 ayat (2) UU Penyandang Disabilitas.
Penjabaran tantangan yang akan dihadapi oleh KND jilid I tersebut bukanlah untuk membebani, melainkan sebagai langkah awal memetakan permasalahan dan memahami apa saja modalitas yang sudah ada untuk mendukung pelaksanaan tugas dari KND. Apa yang dilaksanakan oleh KND jilid I akan menjadi pondasi dinamika kelembagaan KND ke depan, baik dalam lingkup internal maupun eksternal. Penguatan kelembagaan KND yang harus diperjuangkan bersama dalam jangka panjang, harus dimulai dari periode 5 tahun KND saat ini, sehingga gagasan memperjuangkan pencantuman KND di UU Penyandang Disabilitas tidak layu sebelum berkembang.
Penulis: Fajri Nursyamsi