MENTERI Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan usulan Pemerintah untuk memajukan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dari November ke September 2024 pada rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI.
Pemerintah menyatakan usulan memajukan pelaksanaan Pilkada didasari atas potensi kekosongan jabatan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Pemerintah mengusulkan menggeser pelaksanaan Pilkada 2024 dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Dari argumentasi yang disampaikan Pemerintah, semestinya penyelesaian persoalan tersebut bisa ditempuh dengan proses legislasi biasa melalui DPR. Hal tersebut yang menjadi janggal dan menimbulkan banyak pertanyaan.
Kegentingan tidak terpenuhi
Wacana pembentukan Perppu Pilkada tanpa alasan yang jelas dapat dianggap tidak beralasan. Perppu merupakan instrumen yang seharusnya digunakan dalam situasi kegentingan yang membutuhkan tindakan cepat dan darurat yang tidak dapat ditangani melalui proses legislatif biasa.
Melihat kembali Putusan MK 138/PUU-VII/2009, setidaknya Perppu harus memenuhi 3 (tiga) syarat utama, yaitu adanya keadaan mendesak, terdapat kekosongan hukum, dan kekosongan tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa.
Dengan jadwal pelaksanaan Pilkada yang telah disusun sebelumnya, menandakan tidak ada kegentingan yang hadir dalam persoalan Pilkada ini.
Sehingga dapat dikatakan bahwa argumentasi Pemerintah merupakan kegentingan yang dipaksakan dan tidak memenuhi syarat pembentukan Perppu.
Bukti buruknya perencanaan
Selama Jokowi menjabat Presiden sudah ada 8 (delapan) Perppu yang dibentuk. Perppu yang dimaksud, yakni Perppu Tipikor, Perppu Perlindungan Anak, Perppu Kepentingan Pajak, Perppu Ormas, Perppu Kebijakan Keuangan di Masa Pandemi, Perppu Pilkada, Perppu Pemilu, dan Perppu Ciptaker.
Dari tinjauan teoritis, Perppu bukan merupakan “barang haram”, namun presiden perlu bijak dalam mengeluarkan Perppu, sebab merupakan hak prerogatif presiden tanpa membutuhkan persetujuan pihak lain.
Mencermati lebih dalam, selama kepemimpinan Presiden Jokowi sudah ada 2 (dua) Perppu yang berkaitan dengan Pemilu dan Pilkada.
Setidaknya dapat dikatakan bahwa Pemerintah dan DPR tidak memiliki perencanaan yang matang dari segi kaca mata legislasi.
Terlebih dengan wacana yang hari ini hadir mengenai potensi kekosongan jabatan kepala daerah pada 1 Januari 2025, yang sebetulnya dapat diprediksi dan dipetakan dari jauh-jauh hari.
Dengan demikian, seyogyanya bisa direspons dengan membentuk regulasi yang dapat menjawab potensi tersebut.
Pilihan untuk menerbitkan Perppu Pilkada dalam kondisi ini sungguh tidak bijak. Wacana seperti ini bisa menggambarkan situasi politik yang diarahkan untuk kepentingan tertentu, yang dapat menciptakan ketidakstabilan dalam sistem politik.
Penulis: Muhammad Nur Ramadhan
Sumber: https://nasional.kompas.com/read/2023/09/27/05392021/wacana-perppu-pilkada-tidak-beralasan
Tanggal: 27 September 2023