Sub-Kelompok Kerja (Sub-Pokja) Civic Space mendesak para pemimpin negara G20 untuk melindungi dan memperluas ruang gerak masyarakat sipil, dalam Puncak Forum C20 (Civil 20) pada 5-7 Oktober 2022, di Nusa Dua, Bali. Inisiatif itu perlu dirintis dengan memastikan bahwa isu ruang gerak masyarakat sipil turut dibahas serius dalam forum G20 ke depan.
Sebelumnya, Sub-Pokja Civic Space, yang tergabung dalam Education, Digitalization and Civic Space Working Group (EDCSWG), mengangkat tiga rekomendasi kebijakan dalam dokumen Paket Kebijakan (Policy Pack) C20 2022 yang dirilis belum lama ini. Pertama, negara-negara G20 harus melindungi dan memperluas ruang gerak masyarakat sipil. Kedua, segera hentikan segala bentuk serangan pada aktor masyarakat sipil yang menjalankan haknya. Ketiga, bentuk dan perkuat kerjasama dengan aktor masyarakat sipil dalam proses pengambilan keputusan dan pembentukan kebijakan.
Tuntutan tersebut dilatarbelakangi oleh meningkatnya tren penyusutan ruang sipil secara global, sebagaimana dilaporkan oleh banyak lembaga pemantau demokrasi dan kebebasan sipil. Salah satu solusi yang diangkat, negara perlu mencabut berbagai regulasi yang menghambat atau meningkatkan risiko bagi kerja-kerja organisasi masyarakat sipil. Negara juga perlu membentuk kerangka hukum yang melindungi kerja-kerja Pembela HAM dari kekerasan, kriminalisasi, stigmatisasi, dan jenis serangan lain, baik berasal dari aktor negara atau non-negara. Dalam aspek kebebasan berserikat, masyarakat sipil memerlukan dukungan regulasi negara yang memfasilitasi akses bagi sumber daya organisasi masyarakat sipil.
Secara keseluruhan, terdapat 25 kata ‘civic space’ dalam dokumen Paket Kebijakan C20 2022. Selain yang dimuat dalam rekomendasi EDCSWG, isu civic space tersebut juga turut diangkat oleh Pokja C20 lain, seperti Anti-Corruption, Vaccine Access and Global Health, serta Environment, Climate Justice, and Energy Transition.
Pemerintah Indonesia selaku tuan rumah G20 2022 turut mengapresiasi Paket Kebijakan dan Komunike C20 yang disampaikan masyarakat sipil tersebut. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan, inisiasi advokasi dan rekomendasi yang dihasilkan oleh C20 sangat penting untuk memperkuat kebijakan pemerintah. Dalam siaran persnya, Menteri Koordinator Perekonomian itu menyadari peran krusial masyarakat sipil dalam pelaksanaan, perumusan, hingga implementasi kebijakan.
Kendati mendapatkan respons positif, Sub-Pokja Civic Space menaruh harapan besar agar rekomendasi advokasi C20 yang telah dirintis sejak awal tahun ini dapat sungguh-sungguh dipertimbangkan, agar keterlibatan mereka tidak sekedar jadi dekorasi untuk gelaran akbar G20. Komitmen menciptakan ruang sipil yang vibrant sebenarnya sudah ditunjukkan oleh negara-negara G7 dalam 2022 Democracy Resilience Statement; sayangnya belum ada tanda-tanda bahwa hal tersebut akan ikut diadopsi dalam dokumen akhir yang sedang disusun G20.
Dalam konteks capaian, lewat pembentukan Sub-Pokja Civic Space C20 tahun ini Indonesia berhasil meninggalkan jejak inisiatif positif, agar G20 tidak luput memprioritaskan kebebasan sipil di samping isu kerja sama ekonomi dan pembangunan. Namun, langkah itu saja belum cukup. Sub-Pokja Civic Space juga meminta G20 untuk membentuk Kelompok Kerja Civic Freedom dalam struktur tetap, sehingga persoalan penyusutan ruang sipil dapat dirundingkan lebih serius. Kelompok Kerja tersebut dapat beranggotakan perwakilan Institusi HAM Nasional (National Human Rights Institutions) masing-masing negara sehingga perspektif hak asasi manusia tak luput terarusutamakan.
Pembentukan Pokja Kebebasan Sipil dalam forum G20 kian mendesak, mengingat 18 dari 20 negara anggota G20 memiliki masalah terkait kondisi kebebasan sipil negaranya, seperti mengalami penyempitan (narrowed), terhalang (obstructed), terepresi (repressed), bahkan tertutup (closed). Tanpa pembahasan serius untuk mengatasinya secara kolektif, problem ini akan menghambat upaya merealisasi agenda pembangunan berkelanjutan yang telah disepakati sebagai komitmen bersama PBB dan komunitas internasional.
Selain menyerahkan Paket Kebijakan kepada G20, Sub-Pokja Civic Space juga melakukan dialog dengan Steering Committee C20 dan delegasi masyarakat sipil India guna memastikan agenda perluasan ruang sipil tetap berlanjut dalam presidensi C20 ke depan. Tantangan terbesar yang dihadapi oleh delegasi India adalah adanya kebutuhan untuk mensinkronkan isu prioritas dalam G20 dan C20. Selain itu, kondisi politik dalam negeri sangat mungkin mempengaruhi pilihan prioritas isu dalam presidensi G20 tahun depan, dan faktor ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi advokasi kebebasan sipil dalam koridor C20 2023.
Terlepas dari tantangan yang dihadapi, ruang sipil yang terbuka harus diperlakukan sebagai prasyarat sebelum merealisasikan setiap agenda dalam pembangunan berkelanjutan dan pemulihan ekonomi dunia pasca pandemi. Peran dan fungsi masyarakat sipil, bagaimanapun juga, hanya bisa maksimal apabila negara menyediakan jaminan kebebasan bagi hak-hak sipil warganya, meliputi kebebasan berekspresi, berpendapat, berkumpul, berserikat, berbagi informasi, serta berpartisipasi secara bermakna.