Sebenarnya sangat bergantung pada komitmen pembentuk Undang-Undang.
Nasib RUU KUHP mungkin dapat berubah jika kebijakan carry over diterima dan disetujui DPR dan pemerintah dalam proses revisi UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Selama ini, RUU yang mandeg pembahasannya hingga dua periode harus diulang mulai dari nol. RUU yang tak berhasil disahkan dalam dua periode pembahasan, tak bisa dilanjutkan hanya dari materi yang belum disepakati.
Alhasil, RUU yang substansinya banyak dan menimbulkan polemik berkepanjangan di masyarakat seperti RUU KUHP sulit untuk disahkan. Carry over, kebijakan memperbolehkan diambil alih pada periode berikutnya, merupakan salah satu kebijakan mengatasi persoalan itu. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Benny Riyanto mengatakan kebutuhan mendesak kewajiban carry over dalam pembentukan undang-undang di DPR. “Biasanya di periode berikutnya selalu dari awal lagi, undang-undang memang tidak ada mandat untuk meneruskan,” katanya kepada hukumonline.
Benny menjelaskan sejumlah RUU vital yang telah dibahas bisa saja diulang dari awal lagi karena tidak ada kewajiban tegas melanjutkannya. “Revisi diperlukan agar ada mandat untuk melanjutkan,” Benny menambahkan.
Benny mengakui bahwa usulan amandemen UU No. 12 Tahun 2011 telah digulirkan sebagai inisiatif DPR. Pemerintah menyatakan dukungan agar tambahan kewajiban carry over dalam pembentukan undang-undang itu sempat disahkan sebelum pelantikan anggota DPR periode 2019-2024.
Suara dari Senayan juga senada. Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, Supratman Andi Agtas menyatakan saat ini DPR sedang merampungkan amandemen UU No. 12 Tahun 2011. Tujuannya untuk mengantisipasi sejumlah RUU yang tidak selesai dibahas anggota DPR periode 2014-2019. “Sementara penyusunan di Baleg, mudah-mudahan akhir bulan ini selesai,” kata Supratman, Senin (22/7).
DPR sendiri mengharapkan ketentuan carry over itu bisa menjadi panduan jelas soal nasib berbagai naskah RUU yang belum tuntas hingga disahkan ketika periode keanggotaannya berganti. Amandemen UU Perundang-undangan ini tengah diupayakan sempat disahkan di sisa periode 2014-2019. “Tinggal kemauan pemerintah untuk menyelesaikannya,” Supratman menambahkan.
Namun proses pembahasan revisi ini tetap menunggu sikap pemerintah. Jika pemerintah tak mengirimkan supres disertai Daftar Inventarisasi Masalah (DIM), proses pembahasan sulit dilakukan. Ini salah satu faktor yang mungkin menghambat pembahasan.
Faktor lainnya yang menghambat adalah ketidakhadiran pemerintah dalam pembahasan bersama DPR. Padahal substansi pembahasan tinggal menyelesaikan satu hingga dua pasal saja. Supratman berharap agar Presiden bersikap tegas pada Kementerian yang bertugas hadir ke DPR dalam pembahasan RUU ini. “Jika sudah ada, maka RUU yang tidak selesai dibahas periode ini, dapat dilanjutkan anggota DPR periode 2019-2024,” ujar politisi Partai Gerindra itu. Menurutnya, sejumlah RUU tersebut antara lain RUU Pertembakauan, RUU Masyarakat Adat, RUU Minuman Beralkohol hingga RUU KUHP.
Tak Harus Diatur UU
Pada kesempatan berbeda, Guru Besar Ilmu Perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Maria Farida Indrati, mendukung gagasan mencantumkan carry over dalam pembentukan undang-undang di DPR. Namun ia menilai tanpa diatur dalam undang-undang pun pola tersebut bisa berjalan. “Sebetulnya tanpa harus dirumuskan (dalam undang-undang) pun tidak apa-apa,” kata mantan hakim konstitusi ini. Maria menilai bahwa berbagai RUU yang sudah dibahas harusnya akan menjadi prioritas hingga tuntas disahkan oleh DPR periode berikutnya.
Maria menganggap bahwa DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang otomatis berfungsi untuk menyelesaikan berbagai RUU yang sudah sempat disusun. “Secara lembaga, tugas dan fungsinya berlanjut terus,” katanya.
Maria yakin bahwa ketentuan carry over bisa saja berjalan walau hanya dengan tata tertib atau peraturan di internal DPR. Syaratnya adalah para anggota DPR benar-benar berkomitmen menjalankan fungsinya sebagai lembaga. “Orangnya bisa berganti, anggota DPR bisa dipilih kembali, tapi fungsinya jalan terus, kalau ada prolegnas tinggal dijadwalkan kembali,” ia menambahkan.
Mengacu jadwal kegiatan DPR RI, masa Sidang V tahun 2018-2019 DPR RI telah dimulai sejak 8 Mei 2019 lalu hingga 25 Juli 2019 minggu ini. Masa reses akan dimulai 26 Juli 2019 sampai 15 Agustus 2019. Sementara itu pelantikan anggota DPR baru dijadwalkan pada Oktober 2019 mendatang.
diakses pada: Selasa, 23 Juli 2019