PSHK bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Puslitbangkumdil MA RI) atas dukungan Program USAID CEGAH telah menyusun restatement tentang Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi.
Perampasan aset tanpa pemidanaan atau non-conviction based asset forfeiture (NCB asset forfeiture) adalah konsep pengembalian kerugian negara yang pertama kali berkembang di negara common law, seperti Amerika Serikat. Konsep ini bertujuan untuk mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan akibat tindak kejahatan tanpa terlebih dahulu menjatuhkan pidana pada pelakunya.
Secara historis, metode NCB asset forfeiture lahir akibat terjadinya fenomena kejahatan terorganisir pengedaran narkotika antar negara yang membuat penegak hukum kesulitan untuk memberantasnya. Namun, seiring perkembangan zaman, konsep perampasan aset tanpa pemidanaan juga digunakan untuk tindak kejahatan terorganisir lainnya seperti tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi.
Dalam praktiknya di Indonesia, selain belum tersedia kerangka regulasi yang menjadi dasar pijakan mekanisme tersebut, di antara para ahli hukum pun masih terdapat perdebatan mengenai efektivitas perampasan aset tanpa pemidanaan dalam perkara tindak pidana korupsi. Kajian restatement ini diharapkan dapat memberikan kejelasan kepada aparat penegak hukum agar tidak ragu menerapkan konsep NCB asset forfeiture untuk perkara tindak pidana korupsi, sehingga pengembalian kerugian negara menjadi lebih optimal.