Siaran Pers Aliansi Masyarakat Anti Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas
Pelaksanaan seleksi CPNS kembali berjalan diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Kali ini praktik diskriminatif terjadi dengan dibatalkannya kelulusan peserta seleksi CPNS atas nama Alde Maulana dan Muhammad Baihaqi karena alasan disabilitas, setelah sebelumnya dinyatakan lulus dalam serangkaian tes yang disyaratkan. Praktik diskriminatif terhadap penyandang disabilitas menunjukan adanya pelanggaran terhadap serangkaian ketentuan peraturan perundang-undangan dan abainya aparatur negara dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip pelindungan terhadap hak asasi manusia. Praktik ini kontraproduktif dengan arah pembangunan yang sudah dicanangkan Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024 dan pembangunan berkelanjutan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017.
Alde Maulana mendaftar pada CPNS tahun anggaran 2018 di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada formasi disabilitas, yaitu pada jabatan pemeriksa ahli pertama dengan kualifikasi pendidikan S1 Hukum. Pada 24 Januari 2019, Alde dinyatakan lulus dari serangkaian seleksi sampai tahap akhir. Berdasarkan Keputusan Sekretaris Jenderal BPK Nomor 82/K/X-X.3/03/2019, Alde ditetapkan sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil dengan Golongan III/A, unit kerja BPK Perwakilan Provinsi Sumatra Barat. Pada Maret 2019, Alde mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Orientasi Ke-BPK-an Angkatan V selama 55 jam pelajaran, dan dinyatakan lulus dengan kualifikasi cukup memuaskan.
Namun setelah itu, tim dari BPK RI meminta Alde untuk memeriksakan kesehatan ke RSPAD Gatot Soebroto. Berdasarkan surat keterangan dari Pusat Kesehatan Angkatan Darat RSPAD Gatot Soebroto dinyatakan bahwa Alde memiliki catatan kesehatan dan harus mendapatkan pengobatan. Alih-alih memberikan aksesibilitas dan akomodasi yang layak agar Alde mendapat pengobatan untuk dapat tetap bekerja, BPK RI mengeluarkan surat Keputusan Sekretaris Jenderal BPK Nomor 73/K/X-X.3/03/2020 yang menyatakan bahwa Alde diberhentikan dengan hormat sebagai calon pegawai negeri sipil terhitung mulai 28 Februari 2020, serta mencabut fasilitas kedinasan yang telah diberikan oleh Sekretaris Jenderal BPK terhitung mulai akhir Januari 2020. Pemberhentian seseorang dari pekerjaan karena alasan Kesehatan atau disabilitas adalah bentuk kebijakan yang diskriminatif.
Sedangkan Muhammad Baihaqi adalah seorang disabilitas low vision yang mendaftar sebagai CPNS tahun anggaran 2019 Pemerintah Provinsi Jawa Tengah pada formasi khusus penyandang disabilitas jabatan ahli guru matematika SMAN 1 Randublatung. Baihaqi sudah dinyatakan lulus pada seleksi kompetensi dasar (SKD), bahkan menduduki peringkat pertama secara nasional dalam seleksi CPNS formasi disabilitas. Namun kelulusannya itu seolah tidak ada artinya karena pada seleksi tahap tiga, Baihaqi diminta mundur oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Jawa Tengah karena dianggap tidak memenuhi syarat jenis disabilitas, yaitu disabilitas fisik. BKD menyatakan pihak instansi berhak melakukan pembatasan sesuai dengan kebutuhan, serta dengan alasan fasilitas yang tidak memadai saat ini. Alasan yang sangat diskriminatif karena seharusnya yang dilakukan adalah sebaliknya, yaitu instansi menyediakan aksesibilitas dan akomodasi yang layak bagi pegawainya karena sudah menjadi hak asasi manusia yang harus dipenuhi. Pengambilan kebijakan untuk tidak meloloskan Baihaqi atas alasan kondisi disabilitas adalah tindakan diskriminatif.
Secara kemampuan, Baihaqi sudah memiliki berbagai pengalaman dalam pekerjaan yang dilamarnya dalam CPNS 2019 tersebut. Baihaqi berpengalaman mengikuti program yang diadakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai pengajar anak dari tenaga kerja Indonesia di Sabah Malaysia, dari 2013 hingga 2018. Setelah itu Baihaqi menjadi pengajar di SMP dan SMA di Pekalongan. Bahkan Baihaqi sudah pernah mengikuti Pendidikan Latihan Profesi Guru (PLPG) pada 2016, dan dinyatakan lulus sehingga mendapat sertifikasi sebagai guru professional dari Kementerian Riset Tekhnologi dan Perguruan Tinggi.
Gugurnya Alde dan Baihaqi dalam seleksi CPNS 2019 karena alasan disabilitas adalah bentuk diskriminasi. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap ketentuan di 5 UU yang berbeda sekaligus, yaitu sebagai berikut.
- Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mengatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas;
- Pasal 27 huruf a Konvensi Hak Penyandang Disabilitas yang sudah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011, yang mengatur bahwa Negara-Negara Pihak mengakui hak penyandang disabilitas untuk bekerja, atas dasar kesamaan dengan orang lain; Melarang diskriminasi atas dasar disabilitas terhadap segala bentuk pekerjaan, mencakup kondisi perekrutan, penerimaan dan pemberian kerja, perpanjangan masa kerja, pengembangan karir dan kondisi kerja yang aman dan sehat;
- Pasal 51 jo. Pasal 1 angka 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang menyatakan bahwa manajemen ASN diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit, yaitu kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Dari ketentuan itu jelas, bahwa pelaksanaan manajemen ASN dilarang diambil dengan membedakan seseorang atas kondisi kecacatan atau kedisabilitasannya;
- Pasal 45 Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang mengatur bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin proses rekrutmen, penerimaan, pelatihan kerja, penempatan kerja, keberlanjutan kerja, dan pengembangan karier yang adil dan tanpa Diskriminasi kepada Penyandang Disabilitas; dan
- Pasal 17 ayat (2) huruf a jo. Pasal 18 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang mengatur bahwa larangan penyalahgunaan Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi larangan melampaui kewenangan, yaitu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Praktik diskriminasi tersebut akan memberikan preseden buruk terhadap pemenuhan hak penyandang disabilitas di Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah ikut meratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights for Persons wit Disabilities – CRPD). Selain itu, dalam pelaksanaan pembangunan, tindakan diskriminatif tersebut bertentangan dan akan menghambat pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, dan Pembangunan Berkelanjutan yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017. Salah satu agenda pembangunan dalam RPJMN 2020-2024 adalah Memperkuat Stabilitas Polhukhankam dan Transformasi Pelayanan Publik. Khusus untuk transformsi pelayanan publik, salah satu strategi yang dilakukan adalah melaksanakan reformasi kelembagaan birokrasi dengan terwujudnya ASN yang profesional, berintegritas dan netral, melalui arah kebijakan memperkuat implementasi manajemen ASN berbasis merit. Sedangkan dalam pembangunan berkelanjutan, pada Lampiran Perpres 59/2019 disebutkan salah satu sasaran global yang hendak dituju adalah pada tahun 2030, mencapai pekerjaan tetap dan produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua perempuan dan laki-laki, termasuk bagi pemuda dan penyandang disabilitas, dan upah yang sama untuk pekerjaan yang sama nilainya.
Berdasarkan penjelasan tersebut, Kami Aliansi Masyarakat Anti Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas mendesak agar:
- Sekretaris Jenderal BPK RI untuk membatalkan Keputusan Sekretaris Jenderal BPK Nomor 73/K/X-X.3/03/2020 yang menyatakan Alde Maulana diberhentikan dengan hormat sebagai calon pegawai negeri sipil;
- Kepala BKD Provinsi Jawa Tengah untuk membatalkan keputusan untuk tidak meloloskan Muhammad Baihaqi dari proses seleksi CPNS untuk jabatan ahli guru matematika SMAN 1 Randublatung;
- Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi untuk melakukan revisi terhadap Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 23 tahun 2019 tentang Kriteria Penetapan Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil dan Pelaksanaan Seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Tahun 2019 dengan memastikan bahwa seluruh penyandang disabilitas dapat masuk dalam seluruh formasi yang tersedia dalam pengumuman CPNS, tidak ada syarat yang terkait dengan hambatan atau ragam disabilitas, dan menyediakan aksesibilitas serta akomodasi yang layak dalam proses seleksi bagi penyandang disabilitas dalam formasi apapun;
- Presiden RI dan Dewan Perwakilan RI untuk memasukan penghapusan syarat sehat jasmani dan rohani dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b UU ASN dalam materi pembahasan revisi terhadap UU ASN yang sedang berjalan saat ini;
- Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) untuk melakukan pengawasan terkait penerapan sistem merit dalam penerimaan, pengangkatan, dan pemberhentian CPNS untuk mencegah terjadinya diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas; dan
- Presiden RI untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan CPNS, dan memastikan tidak terjadi lagi praktik diskriminasi terhadap penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya.
Jumat, 29 Mei 2020
Aliansi Masyarakat Anti Diskriminasi terhadap Penyandang Disabilitas:
1. Jaringan Peduli Difabel (JPD) Sumbar
2. PPDI Padang
3. Gerkatin Sumbar
4. LBH Padang
5. Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia
6. Sehati Sukoharjo
7. HWDI Sulsel
8. SHG Batubassi Pammase
9. Independent Legal Aid Institute (ILAI)
10. OHANA
11. CIQAL
12. Sapda
13. Perhimpunan Jiwa Sehat
14. SIGAB Indonesia
15. PPDK klaten.
16. BILiC
17. PPDI Sulsel
18. Lembaga Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat (LP2M)
19. Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Wilayah Sumbar
20. WCC. Nurani Perempuan
21. HWDI Kota Padang
22. PerDIK Sulsel
23. seJIWA Foundation
24. Puspadi Bali
25. Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI)
26. Perkumpulan Penyandang Disabilitas Fisik Indonesia (PPDFI)
27. Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni)
28. DPP Gerakan utk kesejahteraan Tuna rungu Indonesia (Gerkatin)
29. Pusat Pemilu untuk Aksesibilitas (PPUA) Penyandang Disabilitas
30. DPP Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI)
31. DPD Pertuni Lampung
32. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
33. Human Rights Working Group (HRWG)
34. Lembaga Advokasi dan Perlindungan Penyandang Disabilitas Indonesia ( LAPDI)
35. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Disabilitas
36. Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) FHUI
37. Indonesia Judicial Research Society (IJRS)
38. Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat (LBHM)
Dokumentasi: Antara Foto