Dalam Rapat Kerja 9 Juni 2021, Komisi III DPR dan Menteri Hukum dan HAM sepakat untuk memasukan kembali RKUHP sebagai RUU Prolegnas Prioritas 2021. Presiden Joko Widodo pada bulan September 2019, memerintahkan penundaan pengesahan RKUHP dalam rangka merespon penolakan publik dalam aksi #ReformasiDikorupsi. Kesepakatan Komisi III dan Menhukham menimbulkan pertanyaan mengenai nasib pembahasan selanjutnya RKUHP bila masuk dalam revisi Prolegnas Prioritas 2021 tersebut. Apakah akan kembali melalui Pembahasan Tingkat I atau langsung masuk pada Pembahasan Tingkat II? Dalam kesempatan terpisah, anggota Komisi III, Arteria Dahlan (F-PDIP) menyatakan bahwa draf RKUHP sudah final, sehingga sudah tinggal disahkan di Rapat Paripurna melanjutkan penundaan sebelumnya. Pendapat ini perlu diuji, terutama memperhatikan peraturan terkait dengan pembentukan UU dan kondisi proses pembahasan RKUHP saat ini.
Bila RKUHP kembali masuk dalam Prolegnas 2021 , statusnya sebagai RUU carry over, yaitu RUU yang pembahasannya berlanjut setelah tidak selesai pada periode DPR sebelumnya. Untuk RKUHP, pembahasan tidak selesai pada DPR periode 2014-2019, dan akan dilanjtukan di DPR periode 2019-2024. Ketentuan mengenai RUU carry over ini tercantum dalam Pasal 71A Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 15/2019). Pasal 71A tersebut dijabarkan secara lebih teknis dalam Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang (Peraturan DPR 2/2020). Istilah RUU carry over, menurut pasal 110 Peraturan DPR 2/2020, disebut sebagai RUU operan.
Carry-Over Tidak Berarti Langsung Disahkan
Apakah dengan menyebutkan carry-over, berarti RKUHP bisa langsung disahkan? Berdasarkan Peraturan DPR 2/2020 justru memberi ruang untuk membahas lebih lanjut, sebagaimana berikut:
1) Tidak Otomatis. Untuk membahas RUU operan tersebut, pembahasannya melanjutkan Pembicaraan Tingkat 1 dengan menggunakan Surat Presiden (Surpres) dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang telah ada di DPR dari periode sebelumnya. Hal itu diatur dalam Pasal 110 ayat (3) Peraturan DPR 2/2020. Dari pasal 110 tersebut berarti kelanjutan pembahasan RUU operan terletak dalam tahap Pembicaraan Tingkat 1; yang dalam konteks RKUHP berlangsung di Komisi III. Pasal 110 ayat (3) itu juga menegaskan bahwa RUU operan tidak bisa otomatis langsung ke tahapan Pembicaraan Tingkat II DPR, yang dilaksanakan dalam Rapat Paripurna DPR.
2) Bisa Membahas Ulang DIM. Pasal 110 ayat (7) Peraturan DPR 2/2020 menyebutkan bahwa Badan Musyawarah bisa menugaskan Komisi, gabungan komisi, atau Badan Legislasi; atau alat kelengkapan DPR yang ditugaskan oleh dapat membahas ulang DIM yang sudah disetujui oleh anggota DPR periode sebelumnya. Artinya, pandangan yang menyebutkan RUU operan harus melanjutkan pembahasan yang sudah berjalan sebelumnya adalah tidak mutlak. Malah sesungguhnya terdapat ruang yang besar untuk pembahasan ulang DIM yang sudah disetujui DPR periode sebelumnya
3) Meninjau Komitmen Politik Bersama. Komitmen politik yang sudah digariskan Presiden Joko Widodo dan DPR ketika menunda pengesahan RKUHP pada September 2019 perlu diperiksa ulang. Presiden, sebagai pemegang kekuasaan pembentukan UU bersama DPR, menyebutkan bahwa penundaan dilakukan untuk melakukan pendalaman dan mencermati masukan berbagai kalangan terhadap draf RKUHP terakhir. Hingga kini, terdapat begitu banyak dinamika yang terjadi berkenaan dengan materi RKUHP, dari mulai pasal penghinaan presiden hingga minimnya partisipasi kelompok marginal dalam penyusunan RKUHP. Oleh karena itu, Draf RKUHP yang sudah akan disahkan pada 2019 itu seharusnya bukanlah draft terakhir, karena dalam proses pasca penundaan yang kini sedang berlangsung terdapat perubahan yang terjadi. Dengan adanya perubahan terhadap draf RKUHP, maka keputusan yang diambil pada akhir Pembicaraan Tingkat I di periode sebelumnya sudah tidak berlaku lagi, karena berdasarkan draf yang berbeda.
Partisipasi Bukan Sosialiasi.
Hal yang lebih esensial adalah memastikan adalah jaminan terbukanya proses pembahasan, dan dibukanya ruang partisipasi publik yang luas untuk RKUHP bila jadi menjadi Prolegnas Prioritas 2021. Penolakan pengesahan RKUHP pada September 2019 membuktikan bahwa publik mengawal dengan ketat dan ingin terlibat dalam pembahasan RKUHP, sehingga Pemerintah dan DPR harus membuka ruang partisipasi seluas-luasnya. Proses yang berjalan pada beberapa minggu terakhir juga membuktikan bahwa publik dari berbagai kalangan memiliki masukan yang harus didengar dan diakomodir oleh tim perumus RKUHP, khususnya yang berasal dari Pemerintah sebagai inisiator dan pengusul. Pemerintah harus memperhatikan ruang partisipasi bagi kelompok rentan dalam pembahasan RKUHP, khususnya bagi penyandang disabilitas yang memerlukan aksesibilitas dalam berpartisipasi secara penuh dan maksimal. Penyediaan Juru Bahasa isyarat di setiap forum publik, dan penyediaan dokumen draf RKUHP atau dokumen terkait lainnya yang aksesibel bagi orang dengan disabilitas netra merupakan beberapa langkah untuk menuju partisipasi yang lebih inklusif.
Sangatlah keliru langkah Tim Pemerintah dengan menunda membuka draf terbaru dari RKUHP dengan alasan belum diserahkan kepada DPR. Proses pembentukan UU bukan hanya terlaksana ketika saat pembahasan bersama antara Pemerintah dan DPR, tetapi sudah terhitung sejak fase persiapan yaitu saat pengusul RUU menyiapkan drafnya. Dalam tahap persiapan ini juga ruang transparansi dan partisipasi publik harus dibuat terbuka oleh Pengusul. Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR tidak tergesa-gesa memasukan RKUHP dalam Prolegnas 2021. Perlu persiapan lebih matang dengan menyerap semaksimal mungkin masukan dari berbagai pihak sebagai persiapan untuk masuk dalam Prolegnas 2022.
Berdasarkan argumentasi tersebut, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak agar:
- Pemerintah dan DPR untuk tidak tergesa untuk memasukan RKUHP dalam Prolegnas di tengah tahun 2021, mengingat masih banyaknya RUU yang belum tuntas dibahas, yang sudah terlebih dahulu masuk dalam Prolegnas 2021;
- Pemerintah dan DPR memastikan bahwa akan ada pembahasan dalam tahap Pembicaraan Tingkat I Pasca RKUHP masuk dalam Prolegnas sebagai RUU operan;
- Pemerintah dan DPR menjamin terbukanya proses pembahasan dan dibukanya ruang partisipasi publik seluas-luasnyam termasuk bagi kelompk rentan, khususnya penyandang disabilitas; dan
- Pemerintah untuk segera membuka draf RKUHP terbaru sebagai bentuk transparansi dan membuka seluas-luasnyaa masukan-masukan dari publik;
Jakarta, 24 Juni 2021