Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia telah dicoreng marwahnya selaku penjaga konstitusi oleh ketuanya sendiri, Hakim Konstitusi Anwar Usman. Bukan tanpa alasan, melalui putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023, Anwar Usman selaku Ketua MK diduga kuat membiarkan lembaganya menjadi alat politik pragmatis dengan secara serampangan mengubah persyaratan batas umur minimal 40 tahun bagi calon presiden dan wakil presiden yang tertuang dalam UU Pemilu sehingga dapat dilangkahi apabila yang mencalonkan diri pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah.
Perkara yang materi permohonannya seharusnya ditolak oleh MK karena pada pokoknya berkenaan dengan open legal policy dan seharusnya menjadi ranah dari pembentuk undang-undang, justru dikabulkan dengan pertimbangan hukum yang tidak konsisten dengan putusan terdahulu serta ratio decidendi yang tidak mumpuni. Terlebih, ia secara terang benderang menolak untuk mengelola konflik kepentingan yang ia pribadi miliki dengan penerima manfaat paling besar dari permohonan tersebut, kemenakannya sendiri, dengan tidak mengundurkan diri dari penanganan perkara. Apa yang dilakukan oleh Anwar Usman juga meneguhkan banyak temuan serta asumsi yang mensinyalir MK sebagai lembaga yudikatif yang seharusnya independen, telah tersandera (court captured) oleh cabang kekuasaan lain, termasuk oleh kepentingan elit oligarki.
Oleh sebab itu, pada Kamis (26/10), sekitar 16 Guru Besar serta Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara diantaranya:
- H. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D.
- Dr. Hj. Hesti Armiwulan, S.H., M.Hum,C.M.C.
- Muchamad Ali Safaat, S.H, M.H.
- Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D
- Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum.
- Auliya Khasanofa, S.H., M.H.
- Dhia Al Uyun, S.H., M.H.
- Herdiansyah Hamzah, S.H., LL.M.
- Herlambang P. Wiratraman, S.H, M.H.
- Iwan Satriawan, S.H., MCL., Ph.D.
- Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D.
- Yance Arizona, S.H., M.H., M.A.
- Beni Kurnia Illahi, S.H., M.H.
- Bivitri Susanti, S.H., LL.M.
- Feri Amsari, S.H., M.H., LL.M.
- Warkhatun Najidah, S.H., M.H.
Yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) dengan didampingi para Kuasa hukum dari YLBHI, PSHK, ICW, IM57 telah melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H. karena DUGAAN PELANGGARAN ETIK DAN PERILAKU HAKIM KONSTITUSI kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKMK).
Para pelapor melihat bahwa Anwar Usman terlibat konflik kepentingan (conflict of interest) pada Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 karena perkara terkait erat dengan relasi kekeluargaan Hakim Terlapor dengan pihak yang diuntungkan atas dikabulkannya permohonan, yaitu Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang merupakan kemenakan Hakim Terlapor. Para Pelapor juga melihat bahwa rangkaian conflict of interest dan/atau pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim oleh Hakim Terlapor bahkan telah dimulai sebelum putusan dibacakan. Yaitu tatkala memberikan komentar dengan nuansa mendukung putusan dalam “Kuliah Umum bersama Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H.” pada tanggal 9 September 2023 yang tayang di kanal Youtube Universitas Islam Sultan Agung.
Apabila melihat keseriusan dari pelanggaran yang dilakukan oleh Anwar Usman, yakni bukan hanya elah melanggar etik serta sumpah jabatan, tetapi juga telah melecehkan konstitusi serta demokrasi dengan tidak mengelola konflik kepentingan yang justru secara vulgar ia pertontonkan, kami berharap MKMK dapat bertindak tegas dan memberhentikan secara tidak terhormat Hakim Konstitusi Anwar Usman dari posisinya di Mahkamah Konstitusi.