Satu bulan berjalan di tahun 2021, tetapi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021 belum disahkan sampai sekarang. Hal ini berdampak pada belum dapat terlaksananya kinerja legislasi DPR dan Pemerintah, padahal ada sejumlah RUU yang menjadi perhatian dan ditunggu-tunggu publik. Keterlambatan tersebut semakin memperpanjang catatan yang serupa di 2 tahun terakhir sejak tahun 2019 dan 2020.
Secara yuridis, keterlambatan pengesahan Prolegnas 2021 juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (6) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, yang menyebutkan bahwa penyusunan dan penetapan Prolegnas prioritas tahunan dilakukan setiap tahun sebelum penetapan RUU tentang APBN. Penetapan RUU tentang APBN sendiri, berdasarkan Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dilakukan selambat-lambatnya dua bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan, sehingga pada akhir Oktober setiap tahunnya RUU APBN sudah harus disahkan. Dalam catatan PSHK, pada kurun waktu 6 tahun terakhir, hanya 1 kali DPR dan Pemerintah mensahkan Prolegnas sesuai dengan Pasal 20 ayat (6) UU 15/2019, yaitu Prolegnas 2019 yang disahkan pada 31 Oktober 2018. Sedangkan dalam 5 tahun lainnya disahkan melebihi waktu, bahkan 3 tahun diantaranya disahkan pada saat tahun berjalan, yaitu pada Prolegnas 2015 disahkan pada 9 Februari 2015, Prolegnas 2016 disahkan pada 26 Januari 2016, dan Prolegnas 2020 disahkan pada 16 Januari 2020.
Selayaknya sebuah dokumen perencanaan seharusnya Prolegnas 2021 sudah disahkan sebelum masuk tahun 2021. Bahkan, idealnya Prolegnas sebagai instrumen perencanaan UU, harus selaras dengan dokumen perencanaan lainnya, khususnya dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan APBN 2021. Kondisi ini menunjukan adanya ketidakharmonisan antara dokumen perencanaan legislasi dan perencanaan pembangunan. Ketidaksinkronan dokumen perencanaan ini akan berdampak pada tidak efektifnya dukungan pembentukan UU terhadap pembangunan, dan juga penggunaan anggaran di tahun 2021. Selain itu, tidak jelasnya alasan belum disahkannya Prolegnas 2021 dalam sidang Paripurna DPR merupakan cerminan proses yang tidak transparan. Hal ini mengingat sebelumnya sudah dimuat dalam media bahwa sudah ada kesepakatan terkait Prolegnas 2021 antara DPR dan Pemerintah dalam rapat Baleg DPR yang akan memuat 33 RUU prioritas.
Keterlambatan pengesahan tersebut semakin menurunkan kewibawaan Prolegnas sebagai dokumen perencanaan yang harus menjadi rujukan dalam pelaksanaan kinerja DPR dan Pemerintah. Kondisi semakin buruk ketika capaian Prolegnas setiap tahunnya tidak pernah tercapai. Pada 2019, dari 55 RUU yang menjadi prioritas, hanya berhasil disahkan sebanyak 12 RUU; sedangkan pada 2020 lebih buruk, yaitu hanya 3 RUU dari 50 RUU yang diprioritaskan. Pada Rapat Badan Legislasi DPR, 14 Januari 2021, sudah disepakati akan pada 33 RUU yang masuk dalam prioritas 2021. Jumlah itu masih sangat ambisius jika melihat capaian pada 2 tahun terakhir.
Berdasarkan argumentasi tersebut, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendesak agar Pimpinan DPR untuk:
- Memberikan penjelasan resmi terkait terlambatnya pengesahan Prolegnas 2021;
- Segera mengesahkan Prolegnas 2021 sesuai dengan hasil pembicaraan tingkat I di Baleg DPR, sebelum berakhirnya Masa Persidangan III Tahun Sidang 2020-2021; dan
- Menyusun agenda perbaikan dalam proses legislasi agar keterlambatan penyusunan dan pengesahan Prolegnas berdasarkan ketentuan dalam pasal 20 ayat (6) UU 15/2019 tidak terulang kembali.