Sorotan atas kinerja legislasi DPR sepanjang 2020 tidak bisa dilepaskan dari konteks bencana pandemi yang melanda Indonesia juga dunia. Hantaman wabah virus semestinya jadi momentum pembuktian bagi anggota legislatif untuk sungguh-sungguh menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, maupun anggaran. Catatan ini menjabarkan berbagai masalah terkait kinerja DPR dengan berfokus pada pelaksanaan fungsi legislasi dalam tiga sorotan utama.
Pertama, buku ini menguraikan sekaligus mengkritik sejumlah produk undang-undang yang disahkan pada 2020. Meski di awal ambisius, parlemen kembali gagal memenuhi target legislasinya. Hanya 13 undang-undang yang rampung disahkan sepanjang 2020, itu pun didominasi ratifkasi perjanjian internasional. Enam undang-undang sektoral yang lahir, dengan lima di antaranya mendapat penolakan luas dari publik, memecah rekor paling buruk DPR dari segi jumlah capaian.
Kedua, catatan ini memberi penilaian atas kualitas legislasi buatan DPR bersama pemerintah. Temuan menunjukkan bahwa otoritas legislatif tidak benar-benar fokus pada pengawasan penanganan pandemi. Pada ranah kekuasaan eksekutif, penggunaan Perppu sebagai jalan pintas legislasi masih menjadi praktik yang kembali muncul.
Lalu, bagian ketiga menyoroti isu-isu spesifik menyangkut parlemen, kualitas demokrasi, dan korupsi pada masa pandemi. Catatan memperlihatkan bahwa pandemi bukan hanya menjadi jalan untuk lahirnya undang-undang kontroversial, tetapi juga lumbung korupsi baru yang menunjukkan bahwa para pejabat publik tidak benar-benar peka terhadap krisis. Sebaliknya, muncul kecenderungan memanfaatkan keterbatasan ruang gerak masyarakat untuk mengebut pengesahan sejumlah rancangan undang-undang yang ditolak luas oleh publik. Beberapa undang-undang bahkan disusun lewat proses kilat dan minim transparansi.
Legislasi Masa Pandemi: Catatan Kinerja Legislasi DPR 2020 menunjukkan indikasi bahwa Indonesia tidak cuma sedang menghadapi krisis kesehatan, melainkan juga krisis penyelenggaraan negara yang bertanggung jawab sosial.