DPR HARUS TETAP MENJALANKAN PERANNYA DENGAN MEMANFAATKAN TEKNOLOGI
DPR telah menimbulkan kegaduhan dengan keinginan mereka untuk melakukan pengetesan COVID-19 bagi diri sendiri dan keluarganya. Di sisi lain, DPR juga resmi menunda Sidang Paripurna Pembukaan Masa Sidang III DPR, yang seharusnya dimulai pada 23 Maret 2020, menjadi 29 Maret 2020. Hal itu juga berarti memperpanjang masa reses yang sudah berlangsung sejak 27 Februari 2020, yang berakibat pada terhentinya pelaksanaan fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi.
PSHK menilai keputusan DPR memperpanjang masa reses tidak tepat berdasarkan tiga alasan, yaitu:
- DPR tetap dapat menjalankan pekerjaannya, bahkan melaksanakan Rapat Paripurna pembukaan masa sidang III sekalipun, yaitu secara daring (online) selayaknya masyarakat Indonesia yang diimbau untuk bekerja di rumah;
- Perpanjangan masa reses tidaklah dimaknai libur. Masa reses mengharuskan anggota DPR untuk kembali ke konstituen di daerah pemilihan masing-masing untuk menyerap aspirasi mereka;
- DPR sedang diperlukan perannya saat ini dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, untuk menjadi mitra Pemerintah dalam penanggulangan COVID-19.
Dengan anggaran DPR periode 2019-2024 yang mencapai Rp 5 Triliun, seharusnya secara kelembagaan DPR mampu mendukung anggotanya untuk tetap menjalankan fungsinya. Praktik bekerja di kediaman masing dan saling menghubungkan diri dengan perangkat teknologi, seharusnya dimaknai sebagai penghematan anggaran.
Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Peraturan Tata Tertib DPR RI Nomor 1 Tahun 2014, Masa Reses tidak berarti libur atau terlepas dari tugasnya sebagai anggota DPR. Dalam pasal itu disebutkan, Masa Reses berarti DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR, untuk melakukan kunjungan kerja. Pilihan untuk memperpanjang reses tentunya tidak tepat dilakukan di tengah adanya imbauan untuk tetap di kediaman dan membangun jarak fisik selama penanggulangan COVID-19.
Meskipun dibiayai sendiri, permintaan anggota DPR untuk bisa melakukan pengetesan COVID-19 bagi diri dan keluarganya menunjukkan betapa rendahnya sensitivitas anggota DPR, mengingat masih begitu banyak warga masyarakat yang belum bisa menjalani tes, terutama warga yang tergolong rentan dan tenaga medis yang seharusnya mendapat prioritas. Melakukan perpanjangan reses dan menunda pembukaan masa sidang, sementara di sisi lain ingin melakukan pengetesan Covid bagi diri dan keluarganya menunjukkan logika pengambilan keputusan yang saling bertolak belakang bagi anggota DPR.
Seharusnya DPR menjadi pihak yang mampu mendesak Presiden untuk bekerja lebih cepat melakukan penanganan COVID-19. Kritik dan harapan publik atas penanganan COVID-19 harus diwadahi, disampaikan, dan dicarikan solusi oleh DPR untuk kemudian dilaksanakan oleh jajaran Pemerintah hingga ke pemerintah daerah. Adanya situasi genting nasional seperti sekarang seharusnya menjadi momentum bagi DPR untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga perwakilan dengan sebaik-baiknya, bukan menagih prioritas dan perlakuan khusus.
Berdalih menanggung sendiri untuk melakukan pengetesan COVID-19, seharusnya anggota DPR memberikan teladan dengan mendonasikan pendapatannya untuk penanganan COVID-19, terutama untuk penanganan di masing-masing daerah pemilihannya. Dengan begitu, anggota DPR menunjukkan mampu melakukan kontribusi nyata dalam penanggulangan COVID-19 di daerah pemilihannya masing-masing.
Berdasarkan penjelasan tersebut, PSHK mendesak DPR untuk:
- tetap bekerja dalam sisa masa perpanjangan reses sampai 29 Maret 2020, dengan berkomunikasi serta melakukan pendidikan publik mengenai bahaya COVID-19 kepada konstituen di daerah pemilihan masing-masing, melalui mekanisme bekerja di rumah dengan memanfaatkan teknologi sesuai himbauan dari Pemerintah.
- tidak memperpanjang lagi masa reses dengan menunda pelaksanaan Rapat Paripurna Pembukaan Masa Sidang III. Rapat Paripurna tersebut dapat tetap diselenggarakan pada 29 Maret 2020 dengan secara online dengan memanfaatkan teknologi.
- memastikan fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran, berjalan dengan baik, terutama untuk mendukung sekaligus menjalankan peran mengimbangi kekuasaan Presiden dalam penanganan COVID-19.
- berhenti meminta prioritas untuk mendapatkan tes COVID-19, dan batalkan rencana pemberian tes tersebut untuk anggota DPR dan keluarganya, yang tidak termasuk dalam prioritas pengetesan sesuai kebijakan Presiden.
- menghimbau anggotanya ikut berdonasi untuk penanganan COVID-19 di daerah pemilihannya masing-masing, serta senantiasa memberikan informasi dan edukasi terkait penanganan COVID-19 kepada konstituennya.
Gambar: dpr.go.id