Siaran Pers Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK)
Pemerintah dan DPR telah menyepakati bersama RUU Perubahan UU No. 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara melalui rapat paripurna DPR, 3 Oktober 2023. Proses legislasi revisi UU IKN tahun ini sama dengan UU IKN sebelumnya. Berlangsung dalam waktu singkat, minim transparansi dan partisipasi. Praktik pembentukan UU IKN dan UU perubahannya, termasuk pembentukan UU lainnya, jauh dari praktik tertib perundang-undangan serta tidak mengedepankan prinsip-prinsip good regulatory practices.
Praktik tidak tertib perundang-undangan tersebut mengakibatkan substansi pengaturannya pun menimbulkan banyak kontroversi. Pada UU IKN dan perubahannya terdapat ketentuan-ketentuan yang melanggar prinsip-prinsip dan bahkan bertentangan dengan UUD NRI 1945. Terdapat dua materi, selain materi lainnya yang banyak mendapat kritik keras, dalam UU IKN dan UU perubahannya yang mempunyai masalah mendasar dalam sistem ketatanegaraan dan perundang-undangan, yaitu:
– Pengaturan kedudukan dan kewenangan otorita IKN
Pasal 18, Pasal 18A dan Pasal 18B UUD NRI 1945 telah mengatur dengan jelas dan limitatif pembagian daerah dan bentuk pemerintahan daerah yang meliputi pemerintahan daerah provinsi, kabupaten dan kota. Ketiga bentuk pemerintahan daerah tersebut yang secara konstitusi mempunyai wewenang menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah.
Pasal 1 angka 8 dan 9 UU IKN mengatur kedudukan otorita Ibu Kota Nusantara sebagai penyelenggara pemerintahan daerah khusus Ibu Kota Nusantara. Ketentuan ini jelas bertentangan dengan UUD NRI 1945 karena mengatur bentuk pemerintahan daerah berupa otorita, selain yang sudah diatur dalam konstitusi berupa pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Otorita juga memiliki kewenangan sama dengan pemerintahan daerah lainnya mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. Antara lain membuat peraturan dan memungut pajak serta pungutan lainnya. Apabila dicermati, ketentuan dalam UU IKN dan UU perubahannya telah memberikan kewenangan dan kekuasaan yang besar kepada otorita. Perlu diingat bahwa struktur penyelenggaraan pemerintahan di IKN tidak mengatur kedudukan DPRD sebagai lembaga representasi yang menyelenggarakan fungsi pengawasan.
– Pengaturan tentang penyelenggaraan IKN terhadap peraturan perundang-undangan lainnya
Pasal 42 ayat (1) UU Perubahan UU IKN mengatur dua hal. Pertama, seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan kebijakan tentang IKN dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan ini jelas-jelas bertentangan dengan logika, teori dan asas-asas dalam hukum. Seluruh peraturan perundang-undangan (mulai dari UU, PP, Perpres, sampai dengan peraturan Menteri) dikalahkan dengan “kebijakan”. Sebagai contoh UU dapat dikalahkan oleh peraturan atau keputusan Kepala Otorita. Dengan kata lain, “kebijakan” Kepala Otorita dapat menyimpangi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, peraturan perundang-undangan yang mengatur pemerintahan daerah dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan ini dengan jelas menunjukkan kesewenang-wenangan dan memberikan kekuasaan yang sangat besar bagi otorita. UU IKN dan perubahannya memberikan kedudukan dan kewenangan otorita menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah. Namun, tidak mau tunduk dengan pengaturan tentang pemerintahan daerah (UU Pemda, UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnnya).
Kedua hal tersebut menunjukkan adanya permasalahan besar, selain masalah yang bersifat sektoral lainnya, dalam penyusunan UU IKN dan perubahannya. Otorita memiliki kewenangan yang sangat besar, tanpa mekanisme kontrol dan dengan dasar pengaturan yang bertentangan dengan konstitusi.
Pengaturan materi tersebut menunjukkan langkah yang “menghalalkan segala macam cara untuk mencapai tujuan” melalui pengaturan yang bertentangan dengan UUD NRI 1945, pengaturan kewenangan dan kekuasaan yang sangat besar tanpa mekanisme check and balance”.
Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan DPR, (i) menghentikan praktik buruk penyusunan undang-undang yang mengabaikan tertib perundang-undangan serta prinsip-prinsip good regulatory practices. (ii) mengedepankan logika hukum yang baik dan mengacu pada teori-teori hukum dan lainnya yang tepat, (iii) mengoreksi secara menyeluruh dan mengatur ulang pengaturan kelembagaan tekait dengan otorita IKN dan pengaturan sektor lainnya yang menimbulkan kontroversi karena bertentangan dengan prinsip/asas sektor lainnya