JAKARTA, KOMPAS.com – Partisipasi publik atas penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) sudah seharusnya diwujudkan oleh pemerintah dan DPR, termasuk dalam pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.
Kekhawatiran minimnya partisipasi publik atas penyusunan RUU ini sejak awal sudah disampaikan serikat buruh, pakar dan akademisi.
Bahkan, serikat buruh menolak pembahasan RUU yang tengah bergulir di Badan Legislasi (Baleg) DPR tersebut karena tidak dilibatkan dalam penyusunan awal draf.
Di sisi lain, keputusan menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja justru dinilai membuat waktu pembahasan semakin singkat dan tidak partisipatif seperti yang diharapkan.
Apalagi, sejak awal Presiden Joko Widodo menginginkan RUU Cipta Kerja dapat segera selesai dalam 100 hari.
“Dengan sisa waktu yang sedikit itu, kecil kemungkinan dialog terbuka terutama terkait dengan klaster ketenagakerjaan akan dilakukan dengan serius,” kata Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) M. Nur Solikhin ketika dihubungi wartawan, Minggu (27/4/2020).
Menurut Solikhin, sejumlah produk hukum yang dibahas di akhir waktu biasanya dilakukan tergesa-gesa, tidak transparan dan tidak partisipatif.
“Kita bisa bercermin dari pembahasan revisi UU KPK yang dilakukan dalam sisa waktu periode jabatan pemerintah dan DPR. Proses pembahasan saat itu menunjukkan, bagaimana resistensi legislator terhadap aspirasi dan partisipasi masyarakat,” ujar dia.
Kepentingan investor
Hal senada disampaikan anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama pakar, akademisi, dan pengusaha, Senin (27/4/2020).
Taufik mengingatkan, jangan sampai RUU Cipta Kerja terkesan hanya berpihak pada kepentingan kelompok tertentu.
“Agar RUU ini bisa diterima semua pihak, tidak hanya dipandang untuk kepentingan satu pihak saja yaitu investor atau pengusaha, tapi juga kepentingan seluruh rakyat,” kata Taufik.
Taufik mengatakan, pembuatan RUU Cipta Kerja ini harusnya menjadi solusi atas regulasi yang tumpang tindih dan dinilai tidak efisien sehingga menghambat daya saing Indonesia.
Pemerintah dan DPR, lanjut dia, juga harus bisa mengakomodasi kepentingan semua pihak dalam RUU tersebut.
“Mulai dari ketentuan tumpang tindih, perizinan dan birokrasi berbelit-belit, tapi di sisi lain bagaimana kita bisa mengakomodasi keinginan untuk memajukan ekonomi ini tetap menjamin hak-hak masyarakat,” ujarnya.
Ia mencontohkan, terkait penyederhanaan izin penguasaan lahan yang harus diiringi dengan jaminan kelestarian lingkungan hidup ke depannya.
Begitu pula dengan hak-hak buruh dan pekerja yang tidak boleh diabaikan dalam dunia usaha.
“Misal, ketika ada soal penyederhanaan izin lingkungan hidup, bagaimana komprominya? Perizinan dimudahkan, tetap dengan mengedepankan jaminan lingkungan hidup,” tutur dia.
Kehati-hatian dalam pembahasan RUU
Sementara itu, anggota Panja RUU Cipta Kerja dari Fraksi PAN Ali Taher Parasong mengatakan, DPR dan pemerintah harus berhati-hati dalam membahas setiap RUU selama masa pandemi Covid-19.
“Pesan ketua umum PAN memperhatikan perkembangan penanganan Covid-19 merupakan bencana nasional, maka kita harus hati-hati di dalam setiap rancangan UU yang berpihak pada rakyat banyak,” kata Ali dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama pakar, akademisi, dan pengusaha, Senin (27/4/2020).
Menurut Ali, pembahasan RUU Cipta Kerja harus dilakukan dengan persiapan yang matang mengingat ada 79 undang-undang dan 1.228 pasal yang akan dibedah oleh pemerintah dan DPR.
Ia juga menyatakan sepakat dengan penundaan pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.
“Oleh karena itu, menurut kami RUU ini sangat penting untuk dimatangkan lebih mendalami subtansinya, sehingga ketika terjadi pembuatan UU, maka dapat berlaku secara utuh,” ujar dia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Kekhawatiran atas Minimnya Partisipasi Publik dalam Pembahasan RUU Cipta Kerja”, https://nasional.kompas.com/read/2020/04/28/10414481/kekhawatiran-atas-minimnya-partisipasi-publik-dalam-pembahasan-ruu-cipta?page=all#page3.
Penulis : Haryanti Puspa Sari
Editor : Kristian Erdianto