Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dengan dukungan International Development Law Organization (IDLO) Rule of Law Program Indonesia menyelanggarakan diskusi publik regulasi bertema “Menggagas Kebijakan Reformasi Regulasi Pasca Pemilu 2019 dan Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan” pada Selasa (15/10/2019) di Jakarta.
Diskusi tersebut dibuka oleh Staf Ahli Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Hubungan Kelembagaan, Diani Sadia Wati. Hadir pula sebagai sebagai narasumber Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Al Muzzammil Yusuf, Anggota DPD Dapil Riau Intsiawati Ayus, Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR Inosentius Syamsul, Kepala Bidang Penyelarasan Naskah Akademik Pusat Perencanaan Hukum Nasional Adharinalti, dan Peneliti PSHK M. Nur Sholikin.
Diskusi dimulai dengan pemaparan M. Nur Sholikin soal strategi reformasi regulasi di Indonesia. Ia memetakan lima strategi reformasi regulasi yang terdiri atas; 1) Sinkronisasi sistem perencanaan melalui integrasi sistem perencanaan peraturan perundang-undangan dengan perencanaan pembangungan, baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) Pengendalian proses pembentukan Peraturan Perundang-undangan melalui harmonisasi dan sinkronisasi yang lebih ketat; (3) Optimalisas perencanaan legislasi yang lebih terukur dan relevan dengan kebutuhan; (4) Pelembagaan fungsi monitoring dan evalusi dalam sistem Peraturan Perundang-undangan; dan (5) Pengintegrasian fungsi dalam sistem peraturan Perundang-undangan melalui penataan kelembagaan dan penguatan sistem pendukung.
Nur Solikhin juga berharap pembentukan lembaga manajemen regulasi dapat meningkatkan partisipasi publik dalam proses legislasi, serta menyelesaikan ego sektoral dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Adharinalti kemudian menggambarkan kondisi penataan regulasi dalam pandangan BPHN salah satunya adalah menindaklanjuti penyusunan rancangan Perpres untuk pemantuan dan peninjauan terhadap undang-undang yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan tindak lanjut. Adharinati juga menambahkan integrasi data peraturan dalam Single Portal Legislation dapat membantu penataan regulasi dan menjadi alat untuk monitoring bagi masyarakat.
Sementara itu, Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Inosentius Samsul menilai untuk mengatasi mengatasi masalah regulasi tumpang tindih, penataan tidak perlu dilakukan dengan membuat lembaga baru, melainkan memaksimalkan kelembagaan yang sudah ada dengan memperkuat dari segi sumber daya manusia dan pendanaan.
Lebih lanjut, Anggota DPD RI Instiawati Ayus menyoroti eksistensi DPD sebegai perwakilan daerah. Menurutnya, perubahan undang-undang tidak membuahkan reformasi terutama untuk DPD karena banyak frasa-frasa DPD yang dihapuskan dan tidak memperhatikan pertimbangan-pertimbangan hukum dari Putusan MK 92/PUU-X/2012 atas Pengujian Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. DPD juga selalu mengupayakan konsultasi bersama DPR dan Pemerintah, namun disayangkan upaya konsultasi masih terbatas pada tatanan informal. Meski begitu, sinergi dengan DPR dapat diperkuat jika ada inisiatif untuk membuat tata tertib bersama terkait proses legislasi.