Jakarta, Gatra.com – Reformasi regulasi menjadi agenda penting yang harus segera dilalukan agar tidak terjadi inefisiensi dalam penyelenggaraan Negara. Hal ini menjadi perhatian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).
Menurut Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro, kepastian hukum terkait regulasi di Indonesia sangat diperlukan saat ini agar pihak-pihak yang berkepentingan seperti investor bisa nyaman berinvestasi di Indonesia.
“Kalau regulasi tidak terkontrol, maka terjadi overdosis regulasi, karena ada tumpang tindih aturan, sehingga ada ketidakpastian hukum, ini kerumitan yang saat ini kita alami,” kata Bambang dalam acara Media Briefing Reformasi Regulasi: Dalam Rangka Mewujudkan Sinergi Antara Kebijakan dan Regulasi untuk Mendukung Pencapaian Prioritas Pembangunan Nasional di Kantor PPN/Bappenas Rabu, (06/7).
Reformasi regulasi, menjadi prasyarat untuk melakukan reformasi ekonomi yang menyeluruh. Sehingga upaya-upaya membangun kesejahteraan bisa lebih efektif dilakukan.
Bambang pun bercerita, tumpang tindih tuas akibat regulasi yang menumpuk ini membuat kerumitan tersendiri. Dia pernah berbincang dengan koleganya dari BPK, jika tugas terkait pengentasan kemiskinan saja ada di 22 kementerian dan lembaga.
Padahal secara struktural, upaya pengentasan kemiskinan sudah menjadi salah satu tugas sebuah kementerian. “Bahkan ada candaan, hanya satu kementerian saja yang tersisa yang tidak mengurus masalah kemiskinan, yaitu Kementerian Pertahanan,” ujar Bambang.
Saat ini, proses inventarisasi regulasi masih tersebar di empat Kementerian/Lembaga, yakni Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian Hukum dan HAM, Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), dan Sekretaris Kabinet.
Hal ini membuat potensi disharmoni yang tinggi. Karena itu perlu satu lembaga yang khusus menyelaraskan semua regulasi agar tidak tumpang tindih.
“Pemikiran adanya suatu lembaga pengelola regulasi yang akan mengintegrasikan fungsi penyusunan dan pembentukan peraturan, serta memperkuat kewenangannya menjadi suatu keniscayaan,” ujar Bambang.
Lembaga pengelola regulasi ini akan fokus pada penyusunan dan pembentukan regulasi yang sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional,” dia menambahkan.
Bambang mengatakan, sinergi regulasi dan kebijakan ini penting untuk mengurangi inefisiensi anggaran pembangunan nasional melalui penyusunan regulasi yang terukur.
“Klasifikasi regulasi penting untuk melihat pemetaan Kementerian/Lembaga yang terlibat pada sektor pembangunan dan mengawal keterpaduan regulasi di tingkat pusat dan daerah,” ujar dia.
Bekerja sama dengan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), tahun lalu Kementerian PPN/Bappenas juga telah melakukan Backround Study Reformasi Birokrasi dalam rangka penyusunan RPJM Teknokratik 2020-2024.
Kajian ini menghasilkan lima rekomendasi. Yaitu sinkronisasi sistem perencanaan peraturan perundang-undangan dengan perencanaan pembangunan baik di tingkat pusat maupun daerah.
Serta pengendalian proses pembentukan peraturan perundang-undangan melalui harmonisasi dan sinkronisasi yang Iebih ketat.
Selanjutnya, optimalisasi perencanaan legislasi yang lebih terukur dan relevan dengan kebutuhan, pelembagaan fungsi monitoring dan evaluasi dalam sistem peraturan perundang-undangan, dan pengintegrasian fungsi dalam sistem peraturan perundang-undangan melalui penataan kelembagaan dan penguatan sistem.
“Hasil background study reformasi regulasi ini akan kami tindaklanjuti dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk mempercepat sinergi kebijakan dan regulasi, yang diharapkan dapat memberikan stimulus positif untuk mendukung pencapaian prioritas pembangunan nasional,” ujar Bambang.
Bambang menegaskan lembaga regulasi memang patut ada untuk mengatur sirkulasi pembentukan regulasi atau peraturan perundang-undangan. “Saran Bappenas untuk presiden terpilih nanti yaitu membentuk lembaga pengelola regulasi,” ujar Bambang
Sementara, Chandra Hamzah dari PSHK menyatakan, reformasi regulasi diperlukan, karena saat ini tidak ada yang peduli bahwa banyak aturan-aturan yang sudah dibuat di masa lalu dan masih berlaku, namun tak pernah dipergunakan.
Ia mencotohkan terkait aturan transaksi keuangan, ada Undang-undang nomor 32 tahun 1948. Dimana dalam salah satu pasal menyebut tiap pembayaran uang yang melebihi jumlah Rp25.000 harus dilakukan dengan perantaraan Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat dan Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
“Saat ini atauran ini masih berlaku, dan jika ada yang melanggar aturan itu kita masuk penjara,” ujar Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasn Korupsi (KPK) ini.
Karena itu, menurut Chandra, siapa pun yang jadi presiden nanti, permasalahan tumpang tindih regulasi ini perlu segera diselesaikan. “Selama ini kita buat aturan linear saja, tanpa ada amandemen, pemantauan evaluasi,” kata Chandra.
Chandra menambahkan, seharusnya semakin beradab manusia, maka aturan yang dibuat juga semakin sedikit, karena alam bawah sadarnya sudah otomasti paham untuk tak melakukan sebuah hal yang salah. “Semakin kita beretika, maka kita tak perlu banyak aturan,” jelasnya.
Mukhlison
Sumber:
Media : gatra.com
Tanggal : 6 Februari 2019