Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bersama Forum Kajian Pembangunan menyelenggarakan Seri Diskusi Forum Kajian Pembangunan bertajuk “Business-Politics Relations in Indonesia: The Oligarchization of Democracy” pada Senin (17/3/2025). Diskusi ini membahas bagaimana hubungan antara bisnis dan politik di Indonesia semakin memengaruhi kualitas demokrasi dan proses pengambilan kebijakan publik.
Dalam sistem demokrasi, keterkaitan antara bisnis dan politik sering kali menjadi isu yang kompleks. Fenomena pengusaha yang menjadi pejabat publik menimbulkan potensi besar konflik kepentingan. Peran ganda tersebut mengaburkan peran antara regulator dan pebisnis. Hasilnya adalah kepentingan bisnis terus mendorong pembuatan kebijakan, sementara kepentingan publik yang terkait tenaga kerja, lingkungan, atau kesejahteraan menjadi terpinggirkan.
Ari Rompas, Ketua tim kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, menjelaskan bahwa oligarki kini semakin menguasai sistem politik dengan mengendalikan kebijakan yang menguntungkan bisnis mereka sendiri. Laporan Greenpeace mencatat adanya pola penyusunan kebijakan yang dibuat oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan langsung dalam sektor ekonomi tertentu, termasuk kebijakan strategis terkait pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Analisis terhadap struktur parlemen dan kabinet juga memperlihatkan relasi erat antara pejabat publik dan kalangan dunia usaha. Menurut Iqbal Damanik sebagai Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, hampir setengah anggota parlemen serta sebagian besar anggota kabinet memiliki keterkaitan langsung dengan dunia usaha. Data penelitian menunjukkan bahwa 45% anggota DPR dan 65% anggota kabinet memiliki hubungan dengan perusahaan besar. Pergeseran dari politisi birokrat ke politisi kapitalis semakin menguatkan fenomena di mana individu dengan latar belakang bisnis memiliki akses lebih besar dalam merumuskan kebijakan yang menguntungkan sektor ekonomi tempat mereka beroperasi.
Dalam paparannya, Prof. Ward Baren dari University of Amsterdam menjelaskan bahwa sistem demokrasi di Indonesia semakin dikendalikan oleh kepentingan ekonomi. Banyak kebijakan yang seharusnya dibuat untuk kepentingan masyarakat justru lebih menguntungkan kelompok bisnis tertentu. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan karena peraturan yang dibuat lebih banyak berpihak kepada korporasi dan kurang memperhatikan kepentingan masyarakat luas. Dalam studi yang dilakukan, ditemukan bahwa dalam penyusunan Undang-Undang Cipta Kerja lebih dari 50% anggota komisi yang terlibat dalam proses legislasi memiliki kepentingan bisnis yang berkaitan langsung dengan undang-undang tersebut.
Lebih lanjut, diskusi ini menyoroti berbagai strategi yang digunakan untuk memperkuat dominasi oligarki dalam kebijakan publik. Rizky Argama, Direktur Eksekutif PSHK, mengungkapkan bahwa penyusunan rancangan undang-undang sering kali dilakukan secara mendadak, tergesa-gesa, dan minim partisipasi publik. Bahkan, aparat keamanan kerap digunakan untuk meredam kritik terhadap kebijakan yang menguntungkan kelompok tertentu. Langkah ini semakin mempersempit ruang demokrasi dan mengurangi akuntabilitas pemerintah terhadap rakyat.
Oleh karena itu diperlukan upaya serius untuk meningkatkan transparansi dalam proses legislasi serta memperketat pengawasan terhadap konflik kepentingan di kalangan pejabat publik. Reformasi sistem pendanaan politik dan peningkatan keterbukaan informasi menjadi langkah penting untuk mengurangi dominasi oligarki dalam demokrasi Indonesia. Tanpa adanya pembenahan yang komprehensif, fenomena ini berpotensi terus berkembang dan mengancam keseimbangan demokrasi, serta mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.
Diskusi yang dimoderatori oleh Peneliti PSHK, Alviani Sabilah dapat disaksikan ulang di kanal YouTube PSHK Indonesia.
