Jakarta (21/4/2019). Hasil hitung cepat yang dirilis berbagai lembaga survei hingga Sabtu, 20 April 2019 menunjukkan pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin unggul atas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden 2019. Menyikapi hasil hitung cepat itu, sebagian pihak menunjukkan ketidakpuasan dengan cara menolak hasil hitung cepat atau mendeklarasikan kemenangan secara sepihak. Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan mengumumkan hasil penghitungan suara secara manual sekaligus menetapkan pasangan calon terpilih pada 22 Mei 2019.
Dalam negara demokrasi, setiap orang berhak menyatakan perbedaan pendapat sekaligus mengekspresikan sikapnya, termasuk dalam hal menolak hasil pemilu. Namun, berdasarkan prinsip-prinsip negara hukum, semua pihak harus mematuhi peraturan perundang-undangan sebagai instrumen yang disediakan negara untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, termasuk yang terkait dengan penyelenggaraan negara. Sebagai bentuk kepatuhan terhadap supremasi hukum, beberapa hal berikut perlu menjadi rujukan bagi semua pihak yang terlibat dan berkepentingan dalam situasi pasca-pemilu.
Pertama, berdasarkan Pasal 413 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), KPU menetapkan hasil pemilu paling lambat 35 (tiga puluh lima) hari setelah hari pemungutan suara. Artinya, semua pihak harus menunggu hingga selambat-lambatnya tanggal 22 Mei 2019 untuk mengetahui hasil resmi yang akan diumumkan oleh KPU. Hasil hitung cepat dan exit poll yang diterbitkan berbagai lembaga swasta ataupun hasil real count yang dipublikasikan melalui laman KPU saat ini merupakan perhitungan sementara dan bukan hasil akhir yang dapat dijadikan rujukan resmi oleh masyarakat.
Kedua, pasangan capres-cawapres terpilih yang ditetapkan KPU adalah pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak. Ketentuan yang mensyaratkan perolehan suara minimal di setiap provinsi maupun persebaran perolehan suara di lebih dari setengah jumlah provinsi menjadi tidak berlaku karena pemilu presiden dan wakil presiden 2019 hanya diikuti oleh dua pasangan calon. Hal ini telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 50/PUU-XII/2014 serta telah ditindaklanjuti melalui pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan KPU No. 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum.
Ketiga, berdasarkan Pasal 475 UU Pemilu, pasangan calon yang tidak puas terhadap penetapan perolehan suara hasil pemilu dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) paling lambat 3 (tiga) hari setelah penetapan hasil tersebut. Peraturan MK No. 5 Tahun 2018 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum menentukan jadwal pengajuan permohonan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden yakni pada 23-25 Mei 2019. Sementara itu, persidangan akan dimulai antara 17-21 Juni 2019 dan pembacaan putusan dilakukan pada 28 Juni 2019. Setelah diputuskan, KPU wajib menindaklanjuti dan melaksanakan Putusan MK itu.
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendorong pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan dengan hasil pemilu presiden dan wakil presiden 2019 untuk melakukan hal-hal sebagai berikut.
- Pasangan capres-cawapres Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno maupun tim pemenangan kedua pasangan calon seharusnya menahan diri untuk tidak melakukan deklarasi ataupun mengeluarkan pernyataan kemenangan sebelum KPU mengumumkan hasil resmi pada 22 Mei 2019.
- Pasangan calon yang merasa dirugikan oleh berbagai hasil hitung cepat tidak mengeluarkan pernyataan ataupun melakukan tindakan yang dimaksudkan untuk mendelegitimasi pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelenggaraan pemilu.
- Pasangan calon yang dinyatakan kalah berdasarkan penetapan resmi oleh KPU pada 22 Mei 2019, apabila menyatakan keberatan, harus memanfaatkan jalur yang telah disediakan oleh hukum, yaitu dengan mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu kepada MK.
- Kedua pasangan calon serta tim pemenangan masing-masing harus menghormati seluruh proses, tahapan, serta hasil penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh para penyelenggaran pemilu, baik KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), maupun Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
- Kedua pasangan calon serta tim pemenangan masing-masing harus menghormati seluruh proses, tahapan, dan Putusan MK dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilu.
- Seluruh elemen masyarakat perlu memberikan kesempatan kepada para penyelenggara pemilu, terutama KPU dan Bawaslu, untuk menyelesaikan tugasnya hingga tahap akhir penyelenggaraan pemilu. Selain itu, masyarakat juga perlu berpartisipasi dalam proses penghitungan suara dengan cara melaporkan segala kekeliruan dan dugaan pelanggaran melalui Helpdesk Pemilu 2019 yang disediakan oleh KPU.
Terakhir, seluruh pihak, terutama para elite politik, harus selalu mengedepankan etika serta prinsip-prinsip negara hukum dalam merespons situasi pasca-pemilu ini.
Pemilu adalah langkah awal partisipasi warga dalam berdemokrasi, sehingga masyarakat perlu bijak menyikapi hasil Pemilu Serentak 2019 agar dapat terus menjaga kualitas demokrasi di negara ini.
By Admin