Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyelenggarakan diskusi Sosialisasi Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perma Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesiaan Gugatan Sederhana, bertempat di Hotel Aryaduta, Gambir, Pusat, pada Selasa (27/8/2019) di Jakarta. Sosialisasi ini dilakukan atas kerja sama PSHK dengan Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) dan didukung oleh Australia Indonesia Partnership for Justice II (AIPJ II).
Sosialisasi tersebut menghadirkan empat orang pembicara, yakni Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Republik Indonesia Syamsul Ma’arif, praktisi hukum dan pengajar STH Indonesia Jentera Ahmad Fikri, Ketua YLBHI Asfinawati, dan Vice President Legal Bukalapak Perdana Saputro. Acara diskusi sosialisai Perma tersebut dipandu oleh moderator, M. Nur Sholikin.
Syamsul Ma’arif mengungkapkan dalam beberapa ketentuan yang diubah dalam gugatan sederhana melalui Perma Nomor 4 tahun 2019 menyangkut nilai maksimum gugatan yang meningkat menjadi Rp500 juta, tidak berlaku lagi batas domisili yang dapat diajukan ke tergugat dengan wilayah domisili berbeda dengan syarat menujuk kuasa hukum, perluasan makna kuasa hukum, efektivitas sita jaminan, dan prosedur gugatan elektronik.
“Dalam perubahan Perma ini, berdasarkan kajian yang telah dilakukan, kita meningkatkan batas maksimum nilai gugatan menjadi Rp500 juta, tidak berlaku lagi batas domisili untuk mengajukan gugatan, memperluas makna kuasa hukum, menjamin efektivitas sita jaminan di mana selama ini sulit dilakukan, dan penggunaan prosedur gugatan elektronik sebagaimana yang telah diatur oleh undang-undang”, ungkapnya.
Setelah pemaparan dari Syamsul Ma’arif tersebut, kemudian dilanjutkan oleh Ahmad Fikri Assegaf yang berbicara tentang peluang dan tantangan penyelesaian gugatan sederhana dalam mendorong kepercayaan kalangan usaha terhadap pengadilan dan upaya untuk perubahan hukum acara perdata. Asfinawati membahas peluang dan tantangan pemanfaatan mekanisme penyelesaian gugatan sederhana untuk memperluas akses keadilan bagi masyarakat, terutama masyarakat rentan, dan ditutup oleh pemaparan dari Perdana Saputro yang menjelaskan tentang pemanfaatan penyelesaian gugatan sederhana dan kebutuhan peran pengadilan dalam mendukung iklim berusaha bagi masyarakat.