Calon kandidat pimpinan badan legislasi ini disyaratkan harus berkompeten, dari kalangan profesional, dan tidak terkait atau berafiliasi dengan partai politik. Karena itu, disarankan Presiden bisa menunjuk/memilih pimpinan lembaga ini dari kalangan profesional yang mengerti betul seluk beluk persoalan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Presiden Joko Widodo sudah menandatangani berlakunya UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Salah satu substansi berlakunya UU 15/2019 yakni pembentukan lembaga/badan yang mengurusi bidang pembentukan peraturan perundangan seperti rencana yang digaungkan Presiden Jokowi saat musim kampanye pada Pemilu 2019 lalu. Lantas, bagaimana seharusnya figur yang memimpin lembaga ini nantinya?
Peneliti senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Muhammad Nur Sholikin mengatakan badan khusus regulasi ini harus memiliki kedudukan dan kewenangan yang kuat dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Mulai dari perencanaan, penyiapan, pembahasan, penyebarluasan sampai dengan monitoring dan evaluasi.
“Beratnya tugas badan khusus legislasi ini menuntut Presiden Jokowi menunjuk kandidat yang berkompeten dan profesional untuk memimpin badan baru ini. Terpenting, kandidat tidak terkait dengan partai politik manapun,” ujar M. Nur Sholikin kepada Hukumonline, Senin (14/10/2019)
Menurutnya, kandidat pimpinan badan legislasi ini harus memahami seluk beluk permasalahan sistem peraturan perundang-undangan termasuk menyiapkan konsep mengatasi persoalan hiper dan tumpang tindih regulasi demi mendukung kelancaran program pembangunan. Selain itu, perlu memiliki kemampuan manajerial untuk menata regulasi, susunan dan tata kerja kelembagaan yang bakal dibentuk ini.
“Setiap tahapan pembentukan peraturan memiliki titik permasalahan yang harus segera diatasi. Seperti perencanaan, ada ketidaksinkronan perencanaan pembentukan peraturan di tingkat pusat atau daerah; ketidaktaatan batasan materi muatan peraturan; harmonisasi peraturan; tahap penyebarluasan; dan pemantauan,” ujarnya.
Tak hanya itu, fungsi badan khusus regulasi ini nantinya harus mampu mengintegrasikan fungsi penyusunan peraturan perundang-undangan di berbagai kementerian. “Masalah hiper regulasi dan ego sektoral pembentukan peraturan perundang-undangan juga harus menjadi prioritas dalam penataan sistem perundang-undangan,” sarannya.
Dia berharap kandidat Kepala Badan/Lembaga Regulasi Pemerintah ini mampu memulihkan kepercayaan masyarakat terkait rendahnya kepercayaan publik terhadap kinerja regulasi pemerintah dalam membentuk peraturan perundang-undangan, mulai UU hingga peraturan di bawahnya.
Menurutnya, buruknya kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan dianggap menjadi hambatan dalam melaksanakan berbagai program pemerintah. Hal ini kerap dikeluhkan Presiden Jokowi sendiri. Karena itu, apabila Jokowi serius ingin menata regulasi perlu memperhatikan kapasitas kandidat pemimpin lembaga ini mereformasi sistem penataan regulasi di Indonesia.
“Jangan sampai berdirinya badan regulasi ini malah menambah beban dan masalah dalam penataan regulasi hanya karena salah menunjuk orang yang tepat untuk memimpin badan ini,” kata dia mengingatkan.
Pengaturan pembentukan kementerian atau lembaga urusan pembentukan peraturan perundangan dituangkan dalam Pasal 99A UU Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini. Pasal 99A menyebutkan, “Pada saat pembentukan kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan belum terbentuk, tugas dan fungsi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tetap dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum”.
Dari kalangan profesional
Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi menilai persoalan tumpang tindih dan over regulasi menjadi pekerjaan berat lembaga regulasi ini, penataan regulasi mulai tingkat pusat hingga daerah. Seperti pembentukan peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (Perpres), peraturan menteri (Permen), peraturan lembaga negara, termasuk peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah (Perkada) se-Indonesia.
Ferdian berpendapat lembaga legislasi ini juga harus melakukan preview executive terhadap rancangan peraturan daerah (raperda) yang bakal disahkan DPRD dan kepala daerah untuk memastikan Raperda yang akan disahkan sesuai peraturan di atasnya. Lembaga baru itu mesti membuka ruang seluas-luasnya bagi partisipasi publik dalam menyampaikan masukan dan kritik dalam proses pembuatan UU. “Harapannya, lembaga ini mampu menjawab berbagai persoalan penataan regulasi,” kata dia.
Karena itu, Ferdian menyarankan agar Presiden bisa menunjuk/memilih pimpinan lembaga ini dari kalangan profesional yang mengerti betul seluk beluk persoalan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Sebab, lembaga regulasi ini cukup strategis dan menjadi ujung tombak Pemerintahan Jokowi Jilid II dalam lima tahun ke depan yang selama ini dinilai lemah di bidang politik hukum.
“Tidak bisa dibayangkan jika lembaga strategis yang menentukan hitam putihnya pemerintahan Jokowi ini diisi di luar kalangan profesional di bidang hukum,” katanya.
Tautan sumber: https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5da433cb1cc06/sejumlah-harapan-terhadap-nahkoda-badan-legislasi-pemerintahan
diakses pada: 14 Oktober 2019