JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan ( PSHK) Nur Sholikin menyebut, ada sejumlah hal yang harus diperhatikan Presiden Joko Widodo sebelum merealisasikan pembentukan Undang-undang Omnibus Law.
Ia mengatakan, setidaknya ada lima hal yang bisa dilakukan untuk memastikan Omnibus Law efektif dan nantinya tidak disalahgunakan.
“Pertama dan paling utama adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah harus melibatkan publik dalam setiap tahapan penyusunannya,” kata Sholikin melalui keterangan tertulis, Jumat (1/11/2109).
“Luasnya ruang lingkup UU sapu jagat (Omnibus Law) menuntut pihak pembuat UU menjangkau dan melibatkan lebih banyak pemangku kepetingan yang terkait,” lanjut dia.
Kedua, DPR dan pemerintah harus transparan dalam memberikan setiap informasi perkembangan perumusan UU Omnibus Law kepada publik.
Menurut Sholikin, berkaca dari permusan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang tertutup, partisipasi dan transparansi mutlak untuk diperbaiki.
Ketiga, penyusun harus memetakan regulasi yang berkaitan secara rinci.
Keempat, penyusun harus ketat melakukan harmonisasi, baik secara vertikal dengan peraturan yang lebih tinggi maupun horizontal dengan peraturan yang sederajat.
Terakhir, penyusun harus melakukan preview sebelum UU ini disahkan. Preview ini diprioritaskan untuk menilai dampak yang akan timbul dari UU yang akan disahkan.
Sholikin menekankan pemenuhan prinsip transparansi, partisipatif, dan akuntabilitas.
Jika tidak, penyusunan UU Omnibus Law justru berpotensi memunculkan permasalahan baru seperti penolakan publik, substansi aturan yang mengingkari hak publik, hingga permasalahan implementasi.
“Proses formal pembentukan UU sapu jagat dengan mengedepankan prinsip partisipasi, transparansi, dan akutabilitas perlu segera diatur melalui revisi kembali UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujar Solikhin.
“Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan UU sapu jagat oleh penguasa,” lanjut dia.
Sholikin menambahkan, dalam konteks hukum Indonesia, penerapan UU Omnibus Law harus pararel dengan perbaikan tata kelola birokrasi, terutama dalam menghilangkan ego sektoral.
“Apabila tidak dilakukan, pendekatan UU sapu jagat akan menjadi sia-sia. Alih-alih menyembuhkan hiper regulasi di Indonesia, bisa jadi UU sapu jagat ini malah menjadi resep yang mematikan,” kata Sholikin.
Presiden Joko Widodo berencana membuat sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law. Hal ini disampaikan dalam pidato pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Minggu (20/10/2019).
Melalui Omnibus Law, regulasi yang saat ini masih berbelit dan panjang akan disederhanakan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Sebelum Rancang Omnibus Law, Jokowi Diminta Perhatikan 5 Hal Ini”,
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/01/15312971/sebelum-rancang-omnibus-law-jokowi-diminta-perhatikan-5-hal-ini
Penulis : Fitria Chusna Farisa
Editor : Fabian Januarius Kuwado