Langkah awal yang mesti dilakukan sebelum membuat omnibus law yakni memetakan berbagai regulasi sektoral yang terlampau ‘gemuk’, kemudian masuk pada pembentukan omnibus law masing-masing sektor.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) memandang omnibus law menjadi pintu masuk dalam membenahi persoalan hiper regulasi di Indonesia. Karena itu, pembentukan omnibus law demi meningkatkan investasi butuh pemetaan dan kajian mendalam untuk menyisir puluhan UU yang bakal direvisi dan dilebur menjadi satu UU.
Peneliti PSHK Ronald Rofiandri menilai ada beberapa langkah yang mesti dilakukan sebelum memutuskan pembentukan omnibus law. Pertama, menentukan sasaran (objek) omnibus law. Kedua, melakukan pemetaan peraturan perundang-undangan yang menjadi objek omnibus law baik secara horizontal (peraturan yang setingkat) maupun vertikal (peraturan di bawahya).
“Setiap UU memiliki landasan filosofis dan sosiologis sendiri yang ujungnya bakal diuji relevansinya dengan kehadiran omnibus law ini,” ujar Ronald dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di Ruang Badan Legislasi (Baleg) DPR, Senin (4/11/2019).
Karena itu, PSHK menyarankan agar alat kelengkapan dewan yang merumuskan usulan RUU Omnibus Law yakni Panitia Khusus (Pansus). Kemudian, optimalisasi Pusat Pemantauan Pelaksanaan UU Badan Keahlian Dewan (BKD) turut melakukan legal mapping berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja dan usaha kecil menengah.
Direktur Pusat Studi Konstitusi dari Universitas Andalas Feri Amsari menilai letak persoalan penataan regulasi di Indonesia bukan pada banyak regulasi untuk diformulasikan menjadi omnibus law. Namun, persoalan mendasar pada banyaknya aturan yang tumpang tindih dan disharmonisasi antarregulasi.
“Langkah awal yang mesti dilakukan sebelum membuat omnibus law yakni memetakan berbagai regulasi sektoral yang terlampau ‘gemuk’, kemudian masuk pada pembentukan omnibus law masing-masing sektor,” usul Feri dalam kesempatan yang sama.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) berharap omnibus law harus berpihak pada kepentingan masyarakat terutama dari kalangan pekerja dan kelestarian lingkungan hidup. “Jangan sampai investor tak mempedulikan bisnisnya potensi merusak lingkungan atau budaya masyarakat setempat atau tidak. Kalau kita kasih ‘karpet merah’, kita bisa disebut tidak memberikan rasa keadilan,” kata dia.
Anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu sepakat perlunya kecermatan dan ketelitian dalam memproses gagasan Presiden Jokowi soal omnibus law ini. Meski diakui pula adanya keluhan dari para investor dan World Bank tentang sulitnya perizinan berinvestasi di Indonesia.
Masinton berpandangan rencana membentuk omnibus law bisa dimulai dengan membuat sejumlah cluster (pengelompokkan) terhadap 74 UU terkait perizinan investasi dan lainnya. Terpenting, kata Masinton, kedaulatan negara harus tetap terjaga meskipun nantinya banyak investor asing masuk ke dalam negeri.
“Sebelum kita melakukan omnibus law, kita konsolidasi law dulu. Mana saja norma-norma hukumnya yang tidak harmonis (tidak sinkron). Berangkat dari kecurigaan saya, kita harus teliti betul sebelum melakukan omnibus law,” katanya.
Artikel ini telah tayang di hukumonline.com dengan judul “Beragam Usulan untuk Efektivitas Omnibus Law” https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dc14d556b8b4/beragam-usulan-untuk-efektivitas-omnibus-law/
Penulis : Rofiq Hidayat