Jakarta. (26/11/2019). Agenda reformasi regulasi di Indonesia sudah mendesak. Jumlah regulasi yang terus bertambah secara signifikan diperburuk oleh substansi yang saling bertentangan. Salah satu penyebabnya, berbagai regulasi cenderung dibentuk secara sektoral melalui prosedur yang minim partisipasi masyarakat dan lemah dalam koordinasi antar-kementerian/lembaga. Dari aspek proses, semakin terlihat kebutuhan pembenahan tata kelola regulasi mulai dari tahap perencanaan, penyiapan, pembahasan, penyebarluasan, hingga tahap monitoring dan evaluasi.
Belakangan ini, pemerintah berencana membentuk undang-undang dengan pendekatan omnibus law atau “undang-undang sapu jagat” sebagai solusi untuk menghadapi tumpang tindih regulasi. Dalam pidato pasca-pelantikan 20 Oktober 2019, Presiden Joko Widodo mencanangkan omnibus law sebagai pendekatan yang akan digunakan pemerintah dalam menyusun RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU Pemberdayaan UMKM. Pada dasarnya, omnibus law adalah salah satu metode pembentukan undang-undang yang mengatur materi multisektor serta mampu merevisi atau mencabut ketentuan yang terdapat dalam undang-undang lain. Pendekatan omnibus law lazim digunakan di berbagai negara sebagai strategi untuk menyelesaikan permasalahan regulasi yang banyak secara jumlah dan tumpang tindih secara substansi.
Sebagai sebuah metode, pendekatan omnibus law berpeluang mengabaikan prinsip-prinsip penting dalam pembentukan undang-undang. Oleh karena itu, meskipun pendekatan omnibus law tidak dilarang dan prosedur pembentukannya telah diakomodasi melalui UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pendekatan omnibus law yang ditempuh oleh pemerintah saat ini harus dicermati dengan sangat hati-hati.
Terkait rencana pemerintah untuk membentuk undang-undang melalui pendekatan omnibus law tersebut, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mendorong para pembuat undang-undang, baik pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar:
- Menaati asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, termasuk ketentuan tentang materi muatan, serta prosedur formal lainnya dalam pembentukan undang-undang sesuai UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019.
- Membuka peluang partisipasi masyarakat seluas-luasnya dengan melibatkan para pemangku kepentingan serta kelompok-kelompok terdampak dalam setiap tahap pembentukan undang-undang dan tidak melakukan pembahasan secara tertutup dengan hanya melibatkan elite-elite politik dan pemerintahan.
- Melakukan pembahasan secara transparan dan akuntabel melalui penyediaan data dan informasi yang mudah diakses pada setiap tahap pembentukan undang-undang.
- Mengedepankan prinsip-prinsip yang menopang demokrasi, seperti perlindungan hak asasi manusia, antikorupsi, keberpihakan terhadap kelompok rentan, dan pelestarian lingkungan hidup dalam setiap tahap pembentukan undang-undang.
- Menempatkan pendekatan omnibus law sebagai salah satu cara pembenahan regulasi secara menyeluruh dan tidak semata-mata bertujuan tunggal dalam rangka mempermudah investasi yang justru berpotensi mengabaikan kepentingan masyarakat lebih luas.