PSHK menyarankan pemerintah dan DPR memperhatikan lima hal yakni taat asas pembentukan peraturan, membuka ruang partisipasi publik, pembahasan transparan dan akuntabel, mengedepankan prinsip demokrasi, dan pendekatan omnibus law dimaknai pembenahan regulasi secara menyeluruh.
Pemerintah tengah merumuskan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law, seperti RUU Cipta Lapangan Kerja; RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian; RUU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
Sebelumnya, DPR sudah mengingatkan pemerintah untuk segera menyusun RUU Omnibus Law tersebut berikut naskah akademiknya agar bisa segera dimasukan dalam Prolegnas 2020-2024. Ada usulan agar pemerintah membentuk tim ahli untuk mempercepat pembentukan RUU Omnibus Law sebagaimana keinginan pemerintah yang mengarah pada peningkatan investasi dan kemudahan berusaha.
“Untuk mempercepat realisasi omnibus law, Presiden sebaiknya membentuk tim khusus yang berisi para ahli,” saran pakar hukum tata negara Refly Harun dalam rapat dengar pendapat umum dengan Badan Legislasi (Baleg) di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (27/11/2019).
Refly mengatakan para ahli itu nantinya bertugas memetakan/menyisir dan menganalisa ribuan regulasi (UU dan peraturan di bawahnya) apa saja yang perlu diharmonisasi, dihapus sebagian, atau seluruhnya. Kemudian, mengkompilasi regulasi mana saja yang masuk dalam isu yang sama.
“Nantinya diteliti lagi untuk mengetahui berapa pasal yang tumpang tindih, perlu dihapus, atau dihapus sebagian. Dan harus dikaji juga dampaknya terhadap masyarakat,” kata Refly
Bila hanya mengandalkan kerja-kerja antarkementerian/lembaga dimungkinkan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk membentuk omnibus law. “Pembentukan tim ahli ini untuk mempercepat terbentuknya omnibus law sebagaimana gagasan Presiden Joko Widodo,” kata dia.
Presiden Jokowi dalam pidato kenegaraan beberapa waktu lalu, mendorong dua RUU Omnibus Law yakni RUU Cipta Lapangan Kerja dan RUU UMKM. Kedua RUU tersebut setidaknya bakal menyisir sekitar 74 UU atau lebih. Namun, Refly memperkirakan terdapat 5 kluster (kelompok besar) yakni perizinan, penataan kewenangan, sanksi, pembinaan dan pengawasan, serta dukungan.
“Saya membayangan tim ahli terbentuk, kemudian mengundang semua kementerian dan stakholder. Tolong tunjukan pasal-pasal mana yang Anda anggap bermasalah,” ujarnya
Menurutnya, bila masing-masing kementerian dan lembaga memberi pemetaan dan kajiannya soal pasal yang saling bertabrakan dan tumpang tindih, tim ahli dapat dengan mudah mengurai dan “menjahit” draf RUU Omnibus Law. “Paling tidak, dalam pertemuan antar kementerian/lembaga dengan tim ahli bakal terdapat koreksi terhadap UU yang dipermasalahkan.”
Bila draf dan naskah akademik rampung, kewajiban lain mensosialisasikan di tingkat eksekutif. Para pakar atau ahli itu kemudian menguliti ada tidaknya potensi dampak vertikal maupun horisontal. Dan berupaya meminimalisir dampaknya terhadap pemenuhan/perlindungan hak asasi manusia, lingkungan, ketenagakerjaan, konstitusi, otonomi daerah, dan sebagainya.
“Bila telah selesai dan yakin draf dan naskah akademiknya, tinggal serahkan ke DPR. Jadi DPR tinggal poles saja. Pandangan saya sama saja seperti cara pembentukan UU yang efektif dan efisien, maka jadilah omnibus law ini,” katanya.
Menanggapi pandangan Refly, Wakil Ketua Baleg DPR Willy Aditya menilai gagasan pembentukan tim ahli sangat relevan. Menurutnya, keberadaan tim ahli mendampingi dan melengkapi pemerintah dalam membuat omnibus law. Bayangan Willy, omnibus law terdapat puluhan UU yang bakal disederhanakan. Namun, dampak dari adanya omnibus law pun perlu dikaji secara matang.
“Ini harus diatur secara terintegrasi. Jangan sampai niatnya baik dengan omnibus law, malah jadi ‘bolong-bolong’. Tentu kita tidak ingin, kita tidak ingin juga masuk jebakan ‘batman’,” ujarnya.
Politisi Nasional Demokrat (Nasdem) itu melanjutkan Baleg DPR sifatnya menunggu usul inisiatif dari pemerintah terkait omnibus law sebagaimana yang digadang-gadangkan Presiden Jokowi. Prinsipnya, Baleg menunggu keseriusan pemerintah dengan dibuktikan adanya naskah akademik dan draf RUU.
“Kita tunggu, Baleg (masih) menunggu insiatif pemerintah. Kalau memang hanya untuk RUU UMKM dan RUU Cipta Lapangan Kerja, mana barangnya? Baleg menunggu,” tagihnya.
Perhatikan lima hal
Terpisah, peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Rizky Argama berpendapat omnibus law merupakan satu metode pembentukan undang-undang yang mengatur materi multisektor dan bisa merevisi atau mencabut ketentuan dalam undang-undang lain. Dia mengakui pendekatan omnibus law lazim digunakan di berbagai negara sebagai strategi dan cara menyelesaikan permasalahan regulasi yang banyak secara jumlah dan tumpang tindih secara substansi.
Namun, sebagai sebuah metode, pendekatan omnibus law berpeluang mengabaikan prinsip-prinsip penting dalam pembentukan undang-undang. Gama, begitu biasa disapa, menilai pendekatan omnibus law tidak dilarang dan prosedur pembentukannya telah diakomodasi melalui UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
“Hanya pendekatan omnibus law yang ditempuh oleh pemerintah saat ini harus dicermati dengan sangat hati-hati,” kata Gama.
Selaras dengan itu, menurut PSHK, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar memperhatikan lima hal. Pertama, menaati asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Termasuk ketentuan materi muatan dan prosedur formal lain dalam pembentukan undang-undang sesuai UU 12/2011 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019.
Kedua, membuka peluang partisipasi masyarakat seluas-luasnya dengan melibatkan para pemangku kepentingan. Serta kelompok-kelompok terdampak dalam setiap tahap pembentukan undang-undang. Tak kalah penting, tidak melakukan pembahasan secara tertutup dengan hanya melibatkan elit-elit politik dan pemerintahan.
Ketiga, melakukan pembahasan secara transparan dan akuntabel melalui penyediaan data dan informasi yang mudah diakses pada setiap tahap pembentukan undang-undang. Keempat, mengedepankan prinsip-prinsip yang menopang demokrasi. Seperti perlindungan hak asasi manusia, antikorupsi, keberpihakan terhadap kelompok rentan, dan pelestarian lingkungan hidup dalam setiap tahap pembentukan undang-undang omnibus ini.
Kelima, menempatkan pendekatan omnibus law sebagai salah satu cara pembenahan regulasi secara menyeluruh. Serta tidak semata-mata bertujuan tunggal dalam rangka meningkatkan investasi dan kemudahan berusaha yang justru berpotensi mengabaikan kepentingan masyarakat lebih luas.
Artikel ini telah tayang di hukumonline.com dengan judul “Percepat RUU Omnibus Law, Presiden Disarankan Bentuk Tim Ahli”
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5dde43393a231/percepat-ruu-omnibus-law–presiden-disarankan-bentuk-tim-ahli
Penulis : Rofiq Hidayat