Siaran Pers Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
DPR resmi menggelar Sidang Paripurna Pembukaan Masa Sidang III, 30 Maret 2020. Sidang itu digelar setelah diundur dari jadwal sebelumnya pada 23 Maret 2020. Pembukaan Masa Sidang III ini merupakan momentum penting DPR untuk menjalankan peran dalam penanganan COVID 19 di Indonesia.
Dalam penyelenggaraan Sidang Paripurna ini, DPR sudah menyiapkan protokol pencegahan virus COVID-19 dengan pengaturan jarak tempat duduk dan pembatasan peserta yang diperkenankan hadir masuk ke dalam area rapat paripurna. Protokol ini harus dipatuhi oleh setiap anggota DPR maupun pegawai DPR dalam menjalankan tugasnya, karena faktor keselamatan harus menjadi perhatian besar selama menjalankan tugas.
PSHK berpendapat bahwa DPR perlu memaksimalkan fungsinya sebagai lembaga perwakilan dan penyeimbang Pemerintah dalam penanggulangan COVID-19. Sebagai wakil rakyat, DPR harus bergerak dalam menjalankan fungsinya; mengingat terus meningkatnya angka kematian akibat COVID-19 di Indonesia.
DPR perlu menyoroti tingginya inisiatif daerah mengambil kebijakannya masing-masing yang terkesan tanpa koordinasi dengan Pemerintah Pusat. Tingginya angka orang yang kembali ke daerah dari Jakarta harus menjadi sorotan karena hal ini berarti himbauan Pemerintah untuk melakukan physical distancing gagal dan larangan melakukan perjalanan jauh tidak diimbangi dengan insentif agar orang-orang tersebut tidak meninggalkan kediamannya.
Artinya, dalam masa sidang ini, DPR harus menetapkan agendanya secara sinergis dengan kepentingan nasional yaitu menghadapi situasi wabah dampak COVID-19. Semua agenda DPR dalam menjalankan fungsi pengawasan, legislasi dan anggaran harus terpusat dalam penanggulangan COVID-19. Berbagai agenda yang membutuhkan pengawalan tinggi seperti RUU Omnibus Cipta Kerja, RUU KUHP, RUU Pemindahan Ibu Kota Negara hingga RUU Lembaga Pemasyarakat harus ditunda pembahasannya karena situasi wabah seperti sekarang tidak akan membuahkan partisipasi publik yang maksimal.
Sebagai penyeimbang eksekutif yang mengetahui kondisi keuangan negara, dan besarnya kebutuhan untuk menjalankan kewajiban negara dalam penanganan COVID 19, DPR harus mendorong kebijakan untuk ikut berkontribusi dalam penghematan anggaran sekaligus membantu tambahan anggaran tersebut. Selain menuangkannya melalui APBN dalam fungsi anggaran, DPR juga seharusnya bersedia untuk menerapkan kebijakan pemotongan gaji bagi para anggotanya untuk ditambahkan kepada APBN bagi penanggulangan COVID 19. Upaya tersebut akan menjadi teladan DPR bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, PSHK mendesak DPR agar:
- menunda sementara seluruh pembahasan RUU yang mendapat penolakan dari publik sehingga memerlukan partisipasi luas dalam proses pembentukannya, dan RUU yang dalam pelaksanaannya ketika sudah menjadi UU memerlukan anggaran besar termasuk namun tidak terbatas pada RUU Omnibus Cipta Kerja, RUU KUHP, RUU Pemindahan Ibu Kota Negara hingga RUU Lembaga Pemasyarakat;
- menjalankan fungsi pengawasan terkait penanganan COVID 19, khususnya terhadap pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang lain yang terkait;
- menjalankan fungsi anggaran dengan melakukan pembahasan bersama Pemerintah tekait Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam percepatan penanganan COVID-19;
- merumuskan kebijakan pemotongan gaji anggota DPR untuk ditambahkan sebagai anggaran penanganan COVID 19 dalam APBN perubahan; dan
- melaksanakan dan mematuhi protokol untuk menghindari penyebaran COVID-19 selama bertugas, dan senantiasa mengembangkan protokol yang sudah ada tersebut.
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
30 Maret 2020
Foto: Kompas.com