Pusat Studi dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bekerja sama dengan Koalisi CRM (Crisis Response Mechanism) mengadakan diskusi kelompok terpumpun daring dalam rangka menyusun kajian Pengembangan Strategi Advokasi Antidiskriminasi bagi Kelompok Rentan pada Rabu (22/9/2021).
Selama diskusi berlangsung, efektivitas pelindungan kelompok rentan berdasarkan UU HAM dan undang-undang lainnya serta penegakan hukum terhadap kelompok rentan dari diskriminasi menjadi topik yang paling banyak dibicarakan selama diskusi.
Menurut Direktur Eksekutif YAPESDI Indonesia Down Syndrome Care, Agus Hidayat, kelompok rentan masih belum terlindungi dari diskriminasi, terutama bagi penyandang disabilitas intelektual. Diskriminasi yang masih terjadi di antaranya adalah hak pendidikan yang masih belum mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas intelektual.
“Sekolah inklusi masih pilih-pilih peserta didik, pada praktiknya masih ada diskriminasi seperti tes masuk dalam bentuk tes inteligensi (IQ). Hal tersebut seperti meminta orang dengan kursi roda untuk lomba lari,” ujarnya.
Atika dari SUAKA, jaringan masyarakat sipil yang bekerja bagi perlindungan dan kemajuan hak asasi manusia para pengungsi dan pencari suaka di Indonesia, menilai bahwa hak-hak dasar pencari suaka dan pengungsi belum tercantum dalam Perpres No. 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Salah satu contoh diskriminasi yang terjadi adalah pencari suaka dan pengungsi tidak memiliki nomor induk kewarganegaraan sehingga mereka tidak memiliki akses ke layanan keuangan seperti perbankan, hak pendidikan seperti mendaftar ke sekolah, hingga hak Kesehatan seperti penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Dalam kesempatan tersebut, Feri Sahputra dari PUSKAPA (Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia) mengingatkan bahwa kerentanan yang dimiliki seseorang dapat beragam atau berlapis akibat dari kejadian yang dialami. Misalnya, adanya penambahan kelompok rentan akibat bencana yang terjadi seperti pandemi Covid-19.
Diskusi ini merupakan kegiatan pertama dari rangkaian empat diskusi yang mengundang berbagai organisasi pendamping kelompok rentan lintas sektor. Diskusi ini diharapkan dapat mengumpulkan informasi berdasarkan pengalaman dan pengamatan empiris dari organisasi pendamping, terutama terkait penilaian kualitas, ketersediaan, dan kesiapan regulasi kelompok rentan yang sudah ada serta menampung aspirasi dan saran para peserta tentang bentuk regulasi yang ideal untuk mendorong opsi advokasi ke depan.
Hadir dalam diskusi tersebut adalah perwakilan dari berbagai organisasi pendamping kelompok rentan, yaitu perwakilan dari Yayasan Peduli Sindroma Down Indonesia (Yapesdi), Perhimpunan Jiwa Sehat (PJS), Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak (PUSKAPA), Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI), Jaringan Indonesia Positif, Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), SUAKA, dan Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia).