Pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (KND) melalui perjalanan yang cukup panjang. KND merupakan lembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas), ketentuan pembentukannya diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 68 tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas. Setelah melalui proses seleksi, Presiden kemudian resmi melantik tujuh anggota KND pada 1 Desember 2021 lalu. KND merupakan lembaga nonstruktural yang bersifat independen yang bertugas melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan penghormatan, perlindungan, dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Hasil pemantauan, evaluasi dan advokasi tersebut akan dilaporkan kepada Presiden.
Menurut Direktur Advokasi dan Jaringan PSHK, Fajri Nursyamsi, gagasan beridirinya KND adalah sebagai perpanjangan tangan organisasi penyandang disabilitas dalam mewujudkan ruang partisipasi yang bermakna dan mewujudkan kualitas hidup kelompok disabilitas tanpa hambatan. Hal tersebut disampaikan Fajri saat menjadi salah satu penanggap dalam diskusi paralel Konferensi Pengarusutamaan Kab/Kota HAM 2022 bertajuk Memperkuat Komisi Nasional Disabilitas (KND) untuk Pemajuan, Pemenuhan, dan Perlindungan Hak-Hak Penyandang Disabilitas pada Rabu (19/10/2022) di Jakarta.
Fajri juga menilai KND memiliki tiga tantangan sejak awal pembentukannya. Pertama, postur kelembagaan KND dilematis karena sebagai lembaga pengawas eksternal, posisi Sekretariat KND berkedudukan di unit kerja Kementerian Sosial, yang merupakan salah satu obyek pengawasan dari KND. Kondisi itu menjadikan posisi KND tidak diuntungkan secara sistem, sehingga perlu didukung faktor di luar sistem, agar mandat sebagai lembaga pengawas eksternal yang independen tetap terjaga.
Tantangan kedua adalah ruang lingkup pekerjaan yang luas. UU Penyandang Disabilitas membawa perspektif baru bahwa disabilitas menjadi isu lintas sektor, tidak sebatas pada isu kesejahteraan dan jaminan sosial saja. Data PSHK menunjukkan UU Penyandang Disabilitas mengatur 25 sektor pemerintahan yang terkait dengan urusan dari 30 Kementerian/Lembaga, dan juga mencakup kewenangan di level pusat dan daerah. Kondisi itu mendesak KND untuk memetakan permasalahan lebih dalam dan menentukan prioritas isu yang akan diselesaikan dalam lima tahun ke depan. “Luasnya cakupan pengawasan KND perlu disikapi dengan jaringan kerja strategis, dengan mitra utamanya adalah organisasi penyandang disabilitas,” ungkap Fajri.
Terakhir, KND harus membangun komunikasi dengan lembaga-lembaga negara lainnya di tingkat pusat dan daerah. Jalur komunikasi ini harus tetap berada dalam jalur tugas KND, sebagai lembaga pengawasan eksternal dari Pemerintah dan pemerintah daerah dalam penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Fajri juga menilai bahwa seluruh anggota KND yang berasal dari masyarakat sipil dan tidak ada anggota yang berasal dari struktur pemerintah serta mewakili keragaman disabilitas merupakan bentuk yang sudah ideal. Ia berharap KND dapat memberikan ruang yang besar bagi organisasi penyandang disabilitas untuk ikut dalam merancang kerja KND ke depan, sehingga terjalin proses yang saling percaya dan memastikan KND bermitra dekat, serta saling mendukung dengan organisasi penyandang disabilitas.
Hadir dalam diskusi tersebut sebagai narasumber yaitu Direktur Jenderal HAM, Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi; Ketua Komisi Nasional Disabilitas, Dante Rigmalia; dan Sekretaris Ditjen Rehabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Salahuddin Yahya. Sementara itu, Yeni Rosa Damayanti yang merupakan perwakilan Kelompok Kerja (Pokja) Penghormatan, Perlindungan, Pemajuan, Penegakan dan Pemenuhan HAM hadir sebagai penanggap dan Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden, Sunarman Sukamto hadir sebagai moderator.
Konferensi Pengarusutamaan Kab/Kota HAM 2022 diselenggarakan oleh Kantor Staf Presiden (KSP) bekerja sama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).