Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengeluarkan putusan bersalah untuk Hakim Konstitusi Guntur Hamzah dan memberikan sanksi teguran tertulis atas tindakannya mengubah substansi putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022. MKMK memutuskan Guntur Hamzah telah melanggar prinsip integritas dalam kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama.
Guntur Hamzah melakukan pelanggaran tersebut pada hari pertama ia menjabat sebagai Hakim Konstitusi. Guntur Hamzah terbukti memerintahkan panitera agar mengganti frasa “dengan demikian” menjadi frasa “ke depan” dalam putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022. Pengubahan itu sangat terkait dengan jabatannya Guntur Hamzah sebagai Hakim Konstitusi, sebab jika masih menggunakan frasa “dengan demikian” maka pengangkatan dirinya sebagai hakim MK akan menjadi tidak sah. Tindakan Guntur Hamzah bukan hanya membuat kepercayaan publik sebagai salah satu syarat suksesnya pembangunan, menjadi rusak pada Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga bentukan Konstitusi; tapi juga mengkompromikan secara nilai-nilai Negara Hukum secara sah dan terbuka.
Putusan MKMK Nomor 1/MKMK/T/02/2023 yang menghukum ringan Guntur Hamzah sudah seharusnya mendapat kecaman keras dari publik karena ada terdapat alasan pemberat yang mengharuskan Guntur Hamzah mendapat hukuman pelanggaran etik berat berupa pemecatan. Adapun alasan itu antara lain:
Pertama, masih ada kontroversi di masyarakat atas pengangkatan Guntur Hamzah sebagai Hakim MK menggantikan Aswanto. Akan tetapi dengan sadar dan sengaja Guntur Hamzah mengubah putusan MK yang bertujuan untuk menjadi alasan pembenar prosedur pengangkatannya;
Kedua, Guntur Hamzah dengan sadar ikut mengubah Putusan MK yang dirinya tidak ikut memutus, karena faktanya Guntur Hamzah bukanlah anggota majelis yang memutus Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022;
Ketiga, pengubahan Putusan itu tidak dikonfirmasi kepada Hakim Konstitusi lain yang memutus perkara dimaksud, kecuali kepada kepada Hakim Konstitusi Arief Hidayat; dan
Keempat, perubahan atas Putusan itu dilakukan oleh Guntur Hamzah untuk menguntungkan diri pribadi dan bukan untuk menegakkan prinsip konstitusionalisme dalam pengangkatan hakim konstitusi.
Berdasarkan beberapa alasan tersebut, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak:
- Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengundurkan diri dari jabatan Hakim Konstitusi karena terbukti melanggar etik berat di hari pertama menjabat. Pengunduran diri ini penting untuk menjaga marwah Mahkamah Konstitusi agar tetap mendapat kepercayaan dari publik;
- DPR segera mencabut mandat Guntur Hamzah sebagai hakim konstitusi dan mengembalikan Aswanto sebagai hakim Konstitusi karena pengangkatan Guntur Hamzah terbukti melanggar UU MK dan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022;
- Demi kepastian hukum, MK perlu segera membuat renvoi terhadap Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022, dengan menegaskan bahwa putusan yang berlaku adalah putusan yang menggunakan frasa “dengan demikian” sebab pengubahan dengan kata “ke depan” akan mengubah substansi hukum yang memiliki konsekuensi hukum yang jauh berbeda terhadap pengangkatan hakim; dan
- MK harus segera membuat SOP bagi Hakim Konstitusi yang hendak mengusulkan perubahan terhadap Putusan yang sedang diucapkan atau dibacakan dalam sidang pengucapan Putusan yang terbuka untuk umum, untuk mencegah terjadinya hal serupa berupa perubahan frasa atau makna Putusan pasca dibacakan.