KOMISI Pemilihan Umum (KPU) sedang menyiapkan peraturan KPU untuk merespons Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 65/PUU-XXI/2023 yang membolehkan pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan dengan sejumlah syarat seperti tanpa atribut kampanye dan mendapatkan izin dari penanggungjawab tempat pendidikan.
KPU telah membatasi dalam rancangan peraturannya bahwa tempat pendidikan yang dibolehkan melakukan kampanye hanya tempat pendidikan perguruan tinggi.
Putusan MK ini tentu meninggalkan sejumlah persoalan. Layaknya pisau bermata dua, membolehkan pelaksanaan kampanye di tempat pendidikan melahirkan risiko yang saling berkebalikan.
Di satu sisi, membolehkan kampanye di tempat pendidikan dinilai dapat mendorong partisipasi politik aktif di kalangan generasi muda.
Namun di sisi lain, membolehkan kampanye di tempat pendidikan dapat berpotensi menghadirkan konflik yang diakibatkan kampanye di tempat pendidikan.
Meskipun membolehkan kampanye di tempat pendidikan berpotensi mendidik generasi muda tentang politik, terdapat juga potensi kerawanan yang perlu diperhatikan serius. Salah satu masalah utama adalah risiko polarisasi politik di kalangan mahasiswa.
Selain itu, kampanye politik di tempat pendidikan juga berpotensi memengaruhi pemilihan umum secara tidak seimbang.
Terutama jika ada keterlibatan dana atau sumber daya politik yang tidak seimbang, maka beberapa pihak dapat memiliki akses lebih besar ke mahasiswa dibandingkan yang lain.
Ini dapat menyebabkan ketidaksetaraan dalam proses kampanye dan mengancam integritas pemilihan umum.
Terakhir, kerawanan potensial lainnya adalah pengaruh guru atau dosen dalam mengarahkan siswa atau mahasiswa untuk mendukung atau menentang calon tertentu.
Ini dapat mengaburkan garis antara pendidikan dan politik dan juga merongrong netralitas institusi pendidikan.
Oleh karena itu, penting bagi staf pendidikan untuk mematuhi kode etik yang ketat dalam hal ketidakberpihakan dan tidak memengaruhi pandangan politik siswa. Oleh karena itu, perlu ada peraturan ketat terkait tata cara kampanye di tempat pendidikan. Dengan menjaga netralitas dan integritas dalam izin kampanye di tempat pendidikan, kita dapat meminimalkan potensi kerawanan yang dapat muncul.
Penanggungjawab tempat pendidikan
Kuasa penuh untuk mengizinkan atau melarang kampanye politik di tempat pendidikan berada di tangan penanggungjawab tempat pendidikan.
Ini menempatkan tanggung jawab yang besar pada pundak mereka untuk menjalankan kebijakan yang seimbang dan adil.
Penting bagi pengelola tempat pendidikan untuk mengambil keputusan yang bijak dan mempertimbangkan aspek-aspek kritis seperti netralitas, keamanan, dan pendidikan politik.
Ketika penanggungjawab tempat pendidikan memiliki kuasa penuh dalam mengizinkan kampanye politik, mereka sebaiknya berdasarkan pada pedoman yang transparan dan terukur.
Pedoman ini harus menjelaskan batasan-batasan yang jelas tentang waktu, tempat, dan cara kampanye politik dapat dilakukan di lingkungan pendidikan.
Dengan demikian, keputusan yang diambil akan lebih adil dan dapat meminimalkan potensi konflik atau ketidaksetaraan dalam kampanye politik.
Dalam perkembangannya, PP Muhammadiyah secara tegas tidak memberikan izin bagi kegiatan kampanye Pemilu di tempat pendidikan di bawah binaan Muhammadiyah.
Hal tersebut membuktikan bahwa penanggungjawab tempat pendidikan memiliki kuasa penuh untuk mengizinkan atau tidak kampanye di tempat pendidikan.
Menjaga tempat pendidikan tetap steril dari politik praktis merupakan prinsip yang sangat penting untuk menjaga integritas tempat pendidikan.
Lembaga pendidikan seharusnya menjadi tempat netral, di mana siswa atau mahasiswa dapat belajar dan berkembang tanpa terpengaruh oleh tekanan politik.
Oleh karena itu, penanggungjawab tempat pendidikan perlu menjalankan kebijakan yang ketat untuk mencegah kegiatan politik praktis yang mengganggu proses pembelajaran.
Kebijakan yang efektif untuk menjaga sterilitas tempat pendidikan dari politik praktis adalah dengan melarang kampanye politik di lingkungan sekolah atau perguruan tinggi.
Hal ini termasuk melarang kampanye di dalam ruang kelas, aula, dan fasilitas pendidikan lainnya.
Dengan melarang kampanye semacam ini, tempat pendidikan dapat tetap fokus pada tugas utamanya, yaitu memberikan pendidikan berkualitas kepada siswa atau mahasiswa tanpa gangguan politik.
Selain melarang kampanye politik di tempat pendidikan, penting juga untuk memberikan pelatihan kepada staf pendidikan tentang netralitas politik.
Dosen harus memahami pentingnya menjaga ketidakberpihakan dan tidak memengaruhi pandangan politik siswa, terlebih bagi dosen yang berstatus sebagai aparatur sipil negara yang juga terikat dengan ketentuan netralitas ASN.
Mereka harus berperan sebagai fasilitator diskusi yang objektif dan memberikan pandangan berimbang tentang isu-isu politik.
Dengan menjaga tempat pendidikan steril dari politik praktis, kita dapat menjaga integritas dan kualitas pendidikan yang lebih baik untuk generasi muda.
Oleh sebab itu, membolehkan kampanye di tempat pendidikan merupakan pertaruhan yang perlu mendapatkan perhatian lebih.
Kita sadar bahwa iklim politik praktis di Indonesia belum berada dalam tataran ideal dengan segala dinamika yang terjadi, sehingga menjadi penting untuk tetap menjaga marwah dan fungsi dari tempat pendidikan dari segala dampak politik praktis.
Penulis: Muhammad Nur Ramadhan