Siaran Pers PSHK: Amicus Curiae pada Kasus Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti
Senin, 8 Januari 2024 mendatang, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur akan membacakan putusan terhadap kasus yang menimpa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti. Persidangan ini merupakan buntut dari pelaporan pidana oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti atas penyebarluasan riset mengenai situasi ekonomi politik di Papua.
Terhadap perkara tersebut, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyampaikan secara tertulis dokumen Amicus Curiae (Sahabat Peradilan) kepada Majelis Hakim dalam Perkara No. 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim atas nama Terdakwa Haris Azhar dan Perkara No. 203/Pid.sus/2023/PN Jkt.Tim atas nama Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Senin, 11 Desember 2023. Amicus ini dilayangkan sebagai partisipasi pihak ketiga di luar pihak yang berperkara untuk memberikan pendapat hukum sesuai dengan kapasitas dan keilmuannya demi kepentingan umum serta penerapan maupun perkembangan hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Sebagai lembaga yang aktif melakukan studi hukum dan kebijakan dalam rangka penguatan masyarakat sipil, termasuk terkait partisipasi masyarakat dalam pembentukan kebijakan, PSHK memberikan pendapat hukum atas kasus Haris Azhar-Fatia Maulidiyanti berkaitan dengan penerapan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan singgungannya dengan upaya pelindungan dan peluasan ruang gerak masyarakat sipil (civic space).
Terdapat tiga argumentasi utama yang dituangkan dalam Amicus Curiae PSHK: Pertama, hasil riset tidak dapat dipidana. Tinjauan lingkup, prinsip, dan hakikat kebebasan akademik, yang memiliki kaitan dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat dalam konteks akademik, menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti bukanlah suatu tindak pidana.
Argumentasi Kedua, problematika penafsiran dan penggunaan Pasal 27 ayat (3) UU ITE kerap berujung pada pemidanaan terhadap suara dan pemikiran kritis yang mencederai kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pasal 19 Universal Declaration of Human Rights, Pasal 19 ICCPR, Universal Periodic Review Human Rights Council (A/HRC/12/16), UUD 1945, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan SKB Menteri Komunikasi dan Informatika Jaksa Agung RI Kepolisian RI tentang Pedoman Implementasi atas Pasal tertentu dalam UU ITE seharusnya menjadi acuan dalam menerapkan Pasal 27 ayat (3) UU ITE.
Argumentasi Ketiga, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan pembela hak asasi manusia, yang dalam kesehariannya melakukan kerja-kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk memajukan dan memperjuangkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan HAM dan kebebasan dasar di tingkat lokal, nasional, regional, dan internasional, dengan mengakui universalitas HAM dan melakukannya dengan cara-cara damai. Konsekuensi kerentanan terhadap kerja-kerja dan aktivitas yang dilakukan oleh para pembela HAM telah direkognisi secara internasional. Dalam perkembangannya, skema jaminan pelindungan terhadap pembela HAM hadir dalam kerangka hukum internasional maupun nasional.
Berdasarkan hal-hal di atas, PSHK merekomendasikan Majelis Hakim dalam Perkara No. 202/Pid.Sus/2023/PN Jkt.Tim atas nama Terdakwa Haris Azhar dan Perkara No. 203/Pid.sus/2023/PN Jkt.Tim atas nama Fatia Maulidiyanti di Pengadilan Negeri Jakarta Timur untuk:
- Mencermati sifat suatu riset ilmiah serta diskusi yang dilakukan terhadapnya, ditinjau dari aspek pemenuhan kebebasan akademik, berekspresi, dan berpendapat dalam konteks akademik sebagaimana telah diatur dalam hukum internasional maupun nasional;
- Mencermati dan mempertimbangkan Pasal 19 ayat (3) ICCPR sebagaimana telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005 dan SKB Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung RI, dan Kepolisian RI, tentang Pedoman Implementasi atas Pasal Tertentu dalam UU ITE, khususnya konteks atas rangkaian tindakan dalam perkara tersebut yang merupakan diskusi atas pelaporan tentang aktivitas pemerintah, korupsi, pendapat, hasil evaluasi dan sebuah kenyataan situasi pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan hidup di Kabupaten Intan Jaya, Provinsi Papua.
- Mencermati dan mempertimbangkan bahwa terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan pembela HAM dan lingkungan hidup yang seharusnya mendapat perlindungan dari negara dari segala ancaman maupun tuntutan atau gugatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) dan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
- Memutus bebas Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dari segala tuntutan dalam perkara tersebut.
Unduh dokumen Amicus Curiae: Menyebarluaskan Hasil Riset Bukan Tindak Pidana