Restatement adalah salah satu model penelitian yang dirancang untuk mampu menjangkau persoalan hukum dengan perspektif kebaruan. Sebagai sebuah model penelitian, restatement didesain untuk membongkar pewacanaan dan pembentukan hukum dari beberapa aspek, yaitu peraturan, putusan, dan literatur/doktrin.
Dalam konteks Indonesia, hukum dibentuk melalui tiga hal itu, yaitu pembentuk peraturan, hakim dalam memutus kasus konkrit maupun memutus norma dalam pengujian peraturan serta akademisi dan sarjana dalam membangun teori dan konsep.
“Restatement sangat penting karena mampu memberikan perspektif mutakhir terhadap suatu konsep hukum dan rujukan utama bagi para pemangku kepentingan seperti akademisi maupun praktisi seperti hakim, jaksa dan polisi dalam menghadapi kasus-kasus konkret.” ujar Direktur Eksekutif PSHK, M. Nur Sholikin, dalam Lokakarya Penyebarluasan dan Promosi Penggunaan Modul Restatement pada Selasa (23/10), di Jakarta.
Hadir juga sebagai pembicara pada lokakarya tersebut adalah Binziad Kadafi, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera dan Rahmat Soemadipradja, penulis restatement “Penjelasan Hukum tentang Keadaan Memaksa”, Pendiri Firma Hukum Soemadipradja & Taher. Lokakarya ini diadakan selama dua hari pada 23 – 24 Oktober 2018.
Meskipun model penelitian ini cukup representatif dan dapat mendorong wacana kebaruan sekaligus kualitas serta akuntabilitas hukum, tantangan dalam mengerjakan restatement juga tidak sedikit. Salah satunya adalah akses terhadap data dan dokumen tertentu yang masih terkendala serta restatement merupakan konsep atau tradisi yang relatif baru di kalangan komunitas hukum Indonesia.
Oleh karena itu pada 2017, PSHK dengan dukungan USAID CEGAH telah menyusun modul penulisan restatement. Metode penyusunan modul ini dirancang agar para calon pembuat restatement dapat secara detil menyusun penelitian. Salah satu pembeda dari modul restatement ini adalah karena bagian terpenting dalam penyusunan restatement yang akan didorong adalah pelibatan sebanyak mungkin para pemangku kepentingan dalam penelitian. Restatement dirancang agar dapat menjadi model penelitian yang partisipatif.
Dengan penyusunan modul restatement ini diharapkan akan berdampak kuat pada dorongan pembentukan hukum yang berkualitas dan akuntabel. Untuk itu, melalui Lokakarya ini peran Badan Penelitian dan Pengembangan & Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbangkumdil) Mahkamah Agung, Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Balitbang HAM Kemenkumham), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) dan Komisi Yudisial (KY) dapat menjadi pionir dalam penggunaan dan penyebarluasan metode ini.